Antara Etika vs Pandai Matematika

Mengajarkan anak beretika sejak dini lebih baik dari pada mengajarkan etika diusia dewasa.

Alkisah Sebuah Pohon Alpukat dan Benalu

Setiap orang yang meremehkan dosa kecil sekalipun, akan terjerat oleh dosa yang lebih besar lagi.

Sekawanan Angsa dan Badai Salju

Jika aku bisa menjadi salah satu dari mereka, maka aku pasti bisa menyelamatkan mereka.

Kisah Anak Penyemir Sepatu

Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya buat bagi Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak

Prosedur Perkawinan Gereja Katolik

Jika Anda adalah pasangan yang akan menerimakan Sakramen Perkawinan, atau akan menikah secara Katolik maka silahkan membaca artikel ini.

Tahun Kerahiman

Tahun Kerahiman

Pesta Keluarga Kudus - 27 Desember 2009

PESTA KELUARGA KUDUS
27 DESEMBER 2009
Sam 1:20-22. 24-28   1Yoh 3:1-2.21-24   Luk 2:41-52
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
PENGANTAR
          Dalam rangka Natal Gereja mengajak kita merayakan Pesta Keluarga Kudus. Di dalam ceritera Lukas tentang sikap Yesus terhadap ayak ibu-Nya tercantum bahan pemikiran dan renungan yang sangat baik, aktual dan relevan juga bagi keluarga-keluarga kristiani yang hidup di zaman modern sekarang ini. Marilah kita mencoba mendengarkan dan memahami pesan yang disampaikan dalam ceritera itu kepada kita.
HOMILI
          Dalam usaha memahami Injil Lukas hari ini, kita jangan berpegang pada pemikiran rasional, melulu dengan otak sehat, intelektual, melainkan dengan perspektif iman dan terutama dengan rendah hati. Sebab bahasa alkitabiah memang bukan bahasa ilmiah atau matematis, melainkan bahasa sastra iman yang harus digunakan secara tenang dengan hati terbuka!
          Sesudah tiga hari Yusuf dan Maria mencari dan  menemukan kembali Yesus, anak berumur 12 tahun itu mereka berkata: “Nak, mengapa Engkau berbuat demikian terhadap kami? Lihatlah, Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau”? Jawaban Yesus: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”. Kiranya bisa diterjemahkan demikian: “Aku harus memusatkan pikiran-Ku kepada kehendak Bapa”. Artinya, Yesus menunjuk kepada Allah sebagai Bapa-Nya. Maka ketaatan kepada Bapa-Nya di surga harus diberi tempat pertama, harus didahulukan! 
Selanjutnya sesudah peristiwa itu, Lukas hanya memberikan berita pendek: “Yesus pulang bersama bersama-sama mereka ke Nasaret, dan Ia belajar tetap hidup dalam asuhan mereka”. “Yesus makin bertambah besar dan bertambah pula hikmat-Nya; Ia makin besar dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”. Sesudah itu dalam Injil tidak diberitakan lagi tentang Yesus, semuanya seolah-olah didiamkan saja. Meskipun demi-kian kita dapat belajar banyak dari berita yang pendek itu.
         
Dalam keluarga Yesus dibimbing Yusuf dan disebut “anak tukang kayu” (Mat 13:55), tak terkenal, seperti orang biasa di antara orang-orang tetangga-Nya. Paus Paulus VI berkata, bahwa Nasaret adalah suatu sekolah, di mana kita dapat belajar mengenal bagaimana hidup Kristus, dan dengan demikian memahami makna Injil yang diwar-takan-Nya.
Pertama: kita belajar ketenangan. Kita sekarang hidup di tengah ke-
ramaian, kesibukan, ketegangan. Ketenangan Nasaret mengajar kita untuk bersikap tenang, kedalaman batin, mendengarkan suara Allah, merenungkan dan menangkap kehendak-Nya, dan berdoa penuh kepercayaan, yang hanya diketahui oleh Allah sendiri.
Kedua: kita belajar mengenal keluarga Nasaret, rumah seorang tukang kayu, tentang pekerjaan dan semangat kerja Yusuf. Kita belajar bahwa setiap karya/pekerjaan memiliki nilai atau martabatnya sendiri. Semua karya dibutuhkan orang. Bukan kehebatan karyanya, melainkan semangat dalam melaksanakannya, - itulah yang penting. Misalnya, nilai karya yang kita lakukan bukan dihargai Tuhan menurut sistim ekonomi atau ilmu teknik mana yang kita ikuti, melainkan nilai niat, kehendak dan semangat kerja kita yang sesuai dengan kehendak Tuhan, - itulah yang sungguh berharga.
Ketiga: Kita diajak mrenungkan kembali makna dan nilai perkawinan dan keluarga yang sebenarnya. Situasi dan kondisi masyarakat kita dewasa ini, dengan segala macam iklan, kegiatan, gerakan yang memperkenalkan gambaran tentang perkawinan yang sangat menarik: pakaian nikah gaya baru, kartu undangan yang indah, resepsi tinggi tinggi, rumah tempat kediaman yang elok. Namun, - jangan pernah lupa persiapan mental, persiapan batin yang tak boleh terlupakan.Kesederhanaan Yusuf dan Maria, sebelum dan sesudah hidup sebagai keluarga, ketulusan hati, rasa saling menghargai dan mengasihi, kesediaan saling memehami dan menolong, dan tanggungjawab total terhadap anak mereka, - semua itu harus kita terjemahkan nilai-nilai yang luhur ke dalam segenap keluarga kristiani di zaman kita sekarang ini. Seperti keluarga Yusuf, Maria dan Yesus di Nasaret dahulu merupakan sumber Injil bagi masyarakat pada waktu itu, demikian pula semoga keluarga-keluarga kristiani di zaman kita sekarang ini juga merupakan sumber pewartaan Injil tentang keluarga sejati yang bahagia.

Jakarta, 26 Desember 2009

Homili Misa Malam, 24 Desember 2009 (C)

MISA MALAM, 24 DESEMBER 2009 (C)
Yes 9:1-6 Tit 2:11-14 Luk 2:1-14
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm

PENGANTAR

          Malam Natal ini kita merayakan inkarnasi: Allah menjadi manusia. Nubuat Nabi Yesaya bagi “sisa kecil” dari bangsa Israel, yang dibuang ke Asiria, yaitu bahwa Almasih akan datang, menjadi suatu kenyataan. Paulus memberi nasihat kepada Titus, yang semula orang kafir dan kemudian percaya kepada Kristus, supaya bersyukur atas kebaikan Allah yang begitu besar. Dan Injil malam ini diwartakan kepada kita: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus Tuhan”.

HOMILI

          Dalam rangka merayakan Hari Raya Kelahiran Yesus, Juruselamat kita, marilah kita bersama-sama pergi ke Betlehem. Marilah kita malam ini bersujud menghormati Yesus di palungan, terbaring di kandang hewan. Hiasan gereja Paroki kita Maria Bunda Karmel, sebagai latar belakang penempatan gua tempat kelahiran Yesus, memperlihatkan suatu kompleks bangunan gedung-gedung tinggi yang indah. Kita dapat mengartikannya sebagai gagasan seni dari pencipta gambaran yang berharga itu: yakni untuk memperlihatkan kontras antara dua kenyataan yang ada di jaman Yesus dan  juga di jaman kita sekarang ini. Dua kontras yang luarbiasa: istana Raja Herodes dan palungan Yesus Juruselamat di kandang hewan; gedung-gedung bertingkat dan gubug-gubug di kampung atau tepi sungai.
          Hati kita terkena, batin kita terasa tergugah lagi oleh kontras yang lebih hebat: inkarnasi. Yesus adalah Allah, tetapi menjelma menjadi manusia. Kita tercengang dan tidak mampu memahami betapa besar kasih Allah kepada kita! Justru setiap orang yang mengenal dirinya sebagai orang berdosa, akan makin tidak sanggup memahami jalan yang ditempuh Allah untuk menolong dan menyelamatkan manusia. Kesetiaan akan kasih-Nya dan pelaksanaan solidaritas-Nya yang total terhadap manusia ciptaan-Nya, - itulah latar belakang peristiwa penjelmaan Allah menjadi manusia di Betlehem. Sungguh suatu kontras: Allah menjadi manusia seperti kita, bukan karena kita memang layak, melainkan karena Ia setia akan kasih-Nya. Ia telah menciptakan manusia supaya mengambil dalam kebahagiaan-Nya yang abadi.
          Menghadapi peristiwa di Betlehem itu kita hanya dapat bersyukur kepada Tuhan, dan bertekad untuk dengan rendah hati untuk membalas kasih Yesus yang tiada batasnya. Ia telah menjadi manusia seperti kita, Ia menganggap kita sebagai saudara-Nya, dan mengundang kita mengambil bagian di dalam kebahagian-Nya. Ia datang mengundang kita!
          Maka sambil bergembira merayakan Hari Raya Natal, yang biasanya selalu dirayakan dengan meriah dengan segala macam cara, kita harus bersedia pula untuk bertanya kepada diri kita masing-masing: Apakah kita sungguh menyediakan tempat bagi Allah dalam hidup kita, di dalam hati kita? Atau sebaliknya, pikiran dan hati kita terlalu penuh dengan urusan lain, dengan aneka kegembiraan atau kesukaan lain, atau penuh kecemasan dan ketakutan? Atau terlalu penuh dengan ambisi, kedudukan, kekuasaan, kenikmatan, sehingga tiada tempat lagi bagi Tuhan, seperti dialami Yesus di Betlehem?
          Kita merayakan Natal, dan Yesus kini pun berdiri di depan pintu hidup kita. Adakah tempat bagi Dia di dalam hati kita. Semoga kita semua bersedia turun dari bangunan-bangunan megah hidup kita, seperti ibaratnya terlukis di hiasan latar belakang gua di Betlehem, seperti kita lihat itu, dan turun terjun menjumpai Yesus yang hadir di dalam hati orang-orang yang sederhana. Tidak perlu kita pergi ke Betlehem di Palestina untuk bertemu dengan Kanak-Kanak Yesus. Betlehem ada di mana-mana, juga di daerah kita, di kota Metropolitan yang megah ini, terutama di kalangan saudara-saudari kita yang tempat kediaman dan keperluan hidupnya yang wajar pun belum terpenuhi.
          Tetapi kita baru akan mau, siap dan rela mengunjungi Yesus  di Betlehem-Betlehem itu, apabila kita sendiri bersedia membuka pintu kita untuk memberi tempat bagi Yesus di dalam hati kita. Mari kita merayakan Hari Raya Natal ini dengan sukacita sejati dalam hati. Semoga perayaan Natal ini sungguh memperkaya hidup kita. Hati kita akan mengalami damai sejahtera yang sebenarnya. Selamat Hari Raya Kelahiran Yesus Kristus, Juruselamat kita. A m i n .

Jakarta, 23 Desember 2009

________
Lihat Harian Kompas, Kamis, 24 Desember 2009, kol. 1ss: Renungan Natal,
“Bukan Buaya atau Cicak” (Mgr. I. Suharyo).

Homili Minggu Adven IV/C/2009

HOMILI
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm

Minggu Adven IV/C/2009

Pengantar
Sebagai persiapan terakhir menjelang Pesta Natal hari ini kita mendengarkan cerita Lukas tentang kunjungan Maria, wanita muda, kepada Elisabet, wanita berusia tinggi. Elisabet akan melahirkan Yohanes Pemandi, Maria akan melahirkan Yesus. Hubungan erat antara Maria dan Elisabet akan diteruskan dalam hubungan Yesus dan Yohanes Pemandi, putera masing-masing. Marilah kita berusaha menangkap makna dan pesan yang disampaikan Lukas dalam cerita tentang pertemuan kedua tokoh wanita itu.

Homili
Dalam diri kedua wanita : Elisabet dan Maria tampilah bagi kita teladan orang, yang hidupnya dijiwai dan dibimbing oleh iman secara sadar. Maria sebagai wanita muda yang mengandung Yesus, ketika mendengar dari Gabriel berita tentang Elisabet, yang juga sedang mengandung, ”bergegaslah” ia pergi mengunjunginya. Dan ketia Maria sudah menempuh jarak sekitar 150 km (dari Nasaret ke El Karim) tiba di rumahnya, Elisabet memberi salam kegembiraan dan penghormatan kepada Maria. Apakah latar belakang pertemuan kedua wanita yang sedang mengandung itu?
            Ketika mendengar salam dari Maria, Elisabet berseru kepadanya “diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?”. Bukan hanya Elisabet, tetapi anaknya yang masih dalam kandungannya pun “melonjak kegirangan”. Elisabet dapat berbuat demikian, karena ia “penuh dengan Roh Kudus”. Ia sangat bergembira, sebab Maria yang mengandung anak yang disebut “Tuhanku”, datang mengunjungi dia. Hanya berkat imannya yang diterangi Roh Kudus, Elisabet yang telah berusia tinggi dapat mengalami semuanya itu.
            Maria Sesudah beberapa waktu mendengar berita tentang Elisabet, sanaknya berusia tinggi, yang sudah mengandung enam bulan itu, “bergegaslah….ke pegunungan, menuju sebuah kota di wilayah Yehuda” (El karim) mengunjungi Elisabet. Maria ini tokoh wanita yang sungguh hidup berpegang iman. Terdorong oleh keyakinan imannya itu ia bergegas, ibaratnya cepat-cepat, tanpa ragu-ragu, karena mau menyampaikan salam bahagianya kepada Elisabet yang mengandung dalam lanjutnya. Maka reaksi Elisabet : “ Sungguh, berbahagialah ia ang telah percaya, sebab firman Tuhan yang dikatakan kepadanya akan terlaksana”. Apa artinya?
Maria mengandung Yesus karena ia percaya. Apabila Maria tidak percaya, atau tidak memiliki iman, ia tidak mungkin menjadi ibu Yesus Penyelamat! Dia yang dikandung bukanlah hasil hubungan jasmani, tubuh dan darah, melainkan adalah karya Allah. Itulah kebahagiaan yang diperolehnya dari iman.
            Dari dua tokoh wanita yang ditampilkan kepada kita dalam waktu persiapan adven ini, ialah : Iman menjadikan mungkin apa yang tampaknya tidak mungkin.
            Pertama : berkat iman/kepercayaan yang benar dan mendalam apa yang nampaknya tidak mungkin bagi kita, selalu mungkin bagi Tuhan. Karena percaya, Elisabeth yang dianggap mandul, digunakan Tuhan untuk melahirkan Yohanes Pembatis, yang harus menyiapkan kedatangan Almasih. Dan maria karena percaya, meskipun belum menikah dengan Yusuf, dijadikan ibu Yesus sebagai Almasih. Almasih datang dalam diri Maria karena imannya. Almasih yang kita nanti-nantikan akan datang juga dalam diri kita, apabila kita sungguh-sungguh memiliki dan menyadari iman yang benar dan sungguh-sungguh menjiwai hidup kita.
            Kedua : kita diundang untuk memiliki dan menghayati sikap, hidup, perbuatan dan hubungan dengan orang lain seperti yang dimiliki dan dilakukan oleh Maria dan Elisabet. Kedua wanita, yang menghayati tugas panggilan mereka sebagai ibunda selalu berpegang pada iman dan hubungan persaudaraan tanpa perhitungan. Dari ceritera Injil hari ini yang sangat sederhana, kita dapat belajar sangat banyak hidup menurut keyakinan iman kita yang sungguh benar dan hidup.
            Mari kita menyiapkan  diri menyambut kedatangan Yesus Almasih dalam hati kita dengan semangat dan jiwa iman Elisabet dan Maria.

Jakarta, 19 Desember 2009
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...