Antara Etika vs Pandai Matematika

Mengajarkan anak beretika sejak dini lebih baik dari pada mengajarkan etika diusia dewasa.

Alkisah Sebuah Pohon Alpukat dan Benalu

Setiap orang yang meremehkan dosa kecil sekalipun, akan terjerat oleh dosa yang lebih besar lagi.

Sekawanan Angsa dan Badai Salju

Jika aku bisa menjadi salah satu dari mereka, maka aku pasti bisa menyelamatkan mereka.

Kisah Anak Penyemir Sepatu

Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya buat bagi Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak

Prosedur Perkawinan Gereja Katolik

Jika Anda adalah pasangan yang akan menerimakan Sakramen Perkawinan, atau akan menikah secara Katolik maka silahkan membaca artikel ini.

Tahun Kerahiman

Tahun Kerahiman

Minggu Biasa IV/C/2010 - 31 Januari 2010

H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
MINGGU BIASA IV/C/2010
31 Januari 2010
Yer 1:4-5.17-19   1 Kor 12:31-13:13   Luk 4:21-30
PENGANTAR
          Injil Lukas yang akan kita dengarkan hari ini (Minggu Biasa IV) ada-lah lanjutan Injil Lukas yang telah kita dengarkan Hari Minggu lalu (Minggu Biasa III). Minggu lalu Lukas menceriterakan penampilan dan  pengenalan diri Yesus di hadapan penduduk Nasaret. Yesus mengakui diri-Nya sebagai tokoh Almasih yang digambarkan tugasnya oleh Yesaya. Hari ini diceri-terakan reaksi negatif penduduk Nasaret terhadap Yesus. Marilah kita mencoba menangkap apa yang ingin disampaikan Lukas tentang bagaimana sikap kita terhadap Yesus. Penduduk Nasaret dizaman Yesus dahulu belum orang kristen, sedangkan kita sekarang sudah dibaptis menjadi murid Yesus Kristus.

HOMILI
          Apa yang dilakukan Yesus sebagai Almasih, seperti “menolong orang miskin, menyembuhkan orang buta, membebaskan orang tawanan dan tertindas”, - semua perbuatan Yesus yang dilihat sebagai mukjizat itu tidak diselenggarakan-Nya di Nasaret. Orang-orang di Nasaret heran mengapa tidak dilakukan juga di Nasaret tempat asal dan tinggal-Nya. Menghadapi keadaan itu Yesus berkata: “Sungguh tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya”. Kuasa dan kemampuan-Nya untuk mengadakan mukjizat tidak dilakukan-Nya di kalangan sesama penduduk Nasaret, tetapi di daerah sekitarnya. Sebagai contoh Ia menyebut Nabi Elia dan Nabi Elisa. Mereka melakukan yangsama, mereka itu bukan menolong orang-orang Israel bangsanya sendiri, tetapi justru orang-orang asing: seorang janda dari Sarfat-Sidon dan Naaman dari Siria, kedua-duanya di luar daerah Israel? Mengapa?
          Seperti dialami oleh Nabi Elia dan Nabi Elisa, Yesus sebagai nabi me-ngalami sendiri, bahwa apa yang Ia katakan atau ajarkan tidak diterima oleh orang-orang Nasaret, sebab tidak disertai bukti mukjizat sebagai tanda kehebatan dan kebesaran-Nya, yang telah diperlihatkanNya di Kaparnaum. Apalagi Yesus adalah orang biasa, tidak lebih daripada anak Yusuf, seorang tukang kayu, termasuk golongan kelas rendah dalam masyarakat. Bagaimana mungkin kata-kata orang semacam itu dapat diterima. Yesus ditolak!
          Dari segi lain, - dan inilah rupanya yang ingin disampaikan oleh Lukas kepada para pembaca Injilnya - , Yesus tidak dapat menyelenggara-kan perbuatan dan karya-Nya yang agung apabila Ia menghadapi orang-orang yang sikap dirinya tertutup, curiga serta tidak percaya kepada-Nya.
          Bila orang-orang siapapun berkumpul dan bersama-sama tidak mau menerima, memahami dan menolak pandangan atau tawaran pendapat orang lain, maka mereka ini hanya mau memegang pandangannya sendiri dan menolak tawaran kehendak baik dan kasih orang lain. – Bukankah keadaan dan sikap seperti itu juga pernah bahkan kerapkali kita alami sendiri? Bukankah situasi semacam ini sekarang pun merupakan situasi, suasana dan iklim masyarakat kita, di mana setiap pihak berpegang teguh pada pendirian-nya sendiri, tertutup untuk saling terbuka untuk menerima pandangan yang lain, bahkan disertai praduga dan kecurigaan? – Bukankah situasi semaam itu pun tak jarang di dalam lingkungan keluarga-keluarga kita?
          Orang-orang di Nasaret tidak mau meninggalkan sikap posesif, atau sikap “hanya akulah yang benar” terhadap Yesus. Karena itu ketika Yesus menunjukkan apa yang dilakukan oleh Nabi Elia dan Elisa, “sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu” dan mengusir Dia, bahkan mau membunuh-Nya. Yesus dikritik habis-habisan, justru karena Ia mau mengajak setiap orang membuka hati kepada orang-orang kecil. Kejujuran dan keterbukaan hati-Nya justru menghadapi perlawanan, yang membawa-Nya mati di salib!
Injil hari ini menunjukkan kepada kita, bahwa memiliki suatu pandangan dan sikap hidup yang universal atau luas dan menyeluruh tidaklah mudah! Yesus ditolak karena Ia menunjukkan kejiwaaNya yang besar dan kemurahan hati-Nya, khususnya kepada orang-orang pinggiran.
          Berhadapan dengan Yesus yang berjiwa besar, murah hati dan berpandangan luas itu, kita mengakui bahwa kita sendiri sering berjiwa egoistis, irihati, kering dan keras hati. Bagaimana kita dapat mengakui sungguh-sungguh kebaikan dan kesucian Yesus, kalau kita sendiri tidak mampu mengakui kelemahan diri kita sendiri. Seperti dialami dan dimiliki oleh orang-orang Nasaret, kita sering kurang sadar bahwa kita memilik kebutaan hati. Salah satu ciri kebutaan hati ialah sikap posesif, nafsu memiliki, memiliki mutlak hanya untuk diri sendiri.
  • Kita semua juga dipanggil menjadi nabi seperti Elia, Elisa, terutama seperti Yesus sendiri. Ciri nabi yang sejati ialah tahu dan mau mengatasi batas-batas pandangan dan kepentingan diri sendiri dan tidak merendahkan martabat orang sesama kita.
Jakarta, 31 Januari 2010

Minggu Biasa III/C/2010 - 24 Januari 2010

H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
MINGGU BIASA III/C/2010
Jakarta, 24 Januari 2010

Neh 8:3-5a.6-7.9-11   1 Kor 12:12-30   Luk 1:1-4; 4:14-21

PENGANTAR
          Bacaan pertama hari ini diakhiri dengan seruan: “Jangan bersusah hati, tetapi bersukacitalah karena Tuhan, sebab sukacita karena Tuhanlah perlindunganmu!”. Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan kita, bahwa kita semua bersatu dalam Kristus: “Kamu semua adalah tubuh Kristus, dan masing-masing adalah anggotanya”. Dan dalam Injil Lukas hari ini Yesus berkata: Aku diutus memberitahukan, bahwa tahun rahmat telah datang.

HOMILI
          Sangat menarik bagaimana Lukas menyusun ceritera Injil karangan-nya tentang Yesus. Ditulisnya, bahwa Yesus tampil di depan umum untuk melaksanakan tugas perutusan-Nya sesudah dicobai Iblis di padang gurun. Yesus dicobai tetapi mampu mengatasinya. Yesus yang lurus, tulus dan jujur hati-Nya inilah yang memperkenalkan diri sebagai Almasih kepada masyarakat-Nya di Nasaret. Menurut Yesaya Almasih datang untuk membe-rikan kabar baik kepada orang miskin, pembebasaan kepada orang tawanan, penglihatan kepada orang buta, pembebasan kepada orang tertindas (lih.Yes 61:1-2). Itulah tujuan kedatangan Almasih. Dan Yesus menambahkan penegasan-Nya, bahwa “tahun rahmat Tuhan itu telah datang!”
          Apakah makna “rahmat Allah sudah datang”? Dalam bahasa Injil lazim dipakai juga istilah “Kerajaan Allah sudah datang”. Kedua istilah itu artinya sama. Yesus Almasih sudah datang, bahkan Ia sudah menebus dan menyelamatkan dunia. Dan Ia juga sudah mendirikan Gereja-Nya untuk meneruskan pemberian rahmat Allah dan membangun Kerajaan-Nya. Tetapi kenyataannya sesudah 20 abad, rahmat Allah dan Kerajaan-Nya yang dimulai dengan kedatangan Yesus sebagai Almasih belum serba jelas.
Mengapa? Apa gerangan sebabnya?
Keadaan dunia kita sekarang ini, termasuk di negara kita, membuk-tikan bahwa rahmat Allah dan Kerajaan Allah memang tidak dapat dipahami atau disamakan dengan kenyataan dan hal-hal duniawi, materiil, yang serba tampak. Kata-kata Yesus: “Pada hari ini genaplah nas tadi sewaktu kamu mendengarkanya” adalah pengakuan diri-Nya sebagai “Yang diurapi” Allah sebagai Almasih. – Tetapi pengertian orang-orang Yahudi sezaman-Nya tentang Almasih sangat berlainan! Mereka menggambarkan perubahan keadaan dunia sebagai Kerajaan Allah langsung terjadi: aman, makmur, damai sejahtera, tidak ada perpecahan, permusuhan, balas dendam.
          Yesus datang mewartakan, melaksanakan dan memberikan kerajaan rohani, spirituil, bukan jasmani, materiil. Karena itu 20 abad yang lalu maupun sekarang ini, kerajaan Allah menurut gambaran materialistis belum tampak nyata. – Inilah  ketegangan penghayatan kepercayaan, yang harus kita miliki dan hayati sebagai orang beriman Ketegangan akan Kerajaan Allah yang sudah ada dan yang belum ada. Kerajaan Allah ada dalam diri Yesus Kristus, dalam pewartaan-Nya, dalam karya penyelamat-Nya, yang disertai dengan tanda-tanda kebenarannya, seperti penyembuhan orang sakit, memberi makan dan minum kepada orang yang lapar dan haus, mengusir roh jahat atau setan, bahkan membangkitkan kembali orang mati. – Kita tidak tahu, - Yesus pun mengatakan bahwa Ia tidak tahu - , berapa lamanya masa ketegangan yang harus kita alami dalam waktu antara “sudah adanya” dan “belum adanya” kepenuhan penyelenggaraan “rahmat Allah” dan “Kerajaan Allah” yang tengah berlangsung.
          Dengan latar belakang inilah Injil Lukas hari ini ingin mengingatkan kita dan menegaskan bahwa:
  1. Iman kita kepada Yesus bukanlah sekadar suatu pengetahuan atau ilmu, melainkan suatu keyakinan, bukan paksaan, bahwa Ia sungguh Almasih atau Penyelamat kita, seperti dibuktikan-Nya lewat ajaran, hidup, sikap dan perbuatan-Nya.
  2. Keselamatan kita sudah dimulai, memang belum sepenuhnya, namun pasti. Tetapi untuk dapat diselamatkan, kita harus terus menerus mempersiapkan diri secara sungguh-sungguh, bukan secara ikut-ikutan. Iman kita harus diuji kesungguhannya.
  3. Bukan hanya secara fisik, jasmani, materiil, tetapi juga dan terutama secara rohani, spirituil dan batin, kita harus tahu dan merasa, - seperti disebut oleh Yesus - , bahwa kita adalah miskin, tawanan, buta, tertindas, rohaniah ataupun jasmaniah! Hanya orang yang merasakan kekurangannya itulah yang akan diselamatkan.

Jakarta, 23 Januari 2010

Pesta Pembaptisan Tuhan - 10 Januari 2010

H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
PESTA PEMBAPTISAN TUHAN (C)
10 JAN. 2010 - Yes 40:1-5.9-11 Tit 2:11-14 Luk 3:15-16.21-22
PENGANTAR
Hari Minggu lalu kita menyambut penampakan Tuhan di dunia ini sebagai manusia seperti kita. Dan Hari Minggu ini kita merayakan Yesus yang dibaptis. Dan pada kesempatan pembaptisan-Nya inilah Yesus diakui oleh Allah sebagai Putera-Nya. Yesus yang dibaptis inilah pula yang diutus Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Marilah kita melihat dan mencoba memahami makna baptis kita menjadi pengikut Kristus dengan latar belakang pembaptisan Yesus sendiri. Yesus mulai berkarya sesudah dibaptis.

HOMILI
Menurut Injil Lukas Yohanes membaptis dengan air, sedangkan Yohanes sendiri berkata, bahwa Yesus membaptis “dengan Roh Kudus dan dengan api” (Luk 3:16). Seperti juga diceriterakan oleh Lukas dalam Kisah Rasul, bagi Gereja Perdana atau umat kristen pertama, api digambar-kan sebagai pencurahan Roh pada peristiwa Pentakosta (Kis 2:1-4). Roh dan api secara simbolis dilihat sebagai proses pembersihan dan permurnian hati manusia.
Dan pada waktu Yesus dibaptis, terdengarlah suara dari langit: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan!” (Luk 3:22). Dalam kata-kata itu terungkaplah pernyataan yang sangat men-dasar tentang Yesus sebagai “orang dari Nasaret itu”, bahwa Yesus adalah ungkapan kasih Allah kepada Israel baru, umat-Nya yang sebenarnya. Kasih Allah mengungkapkan kasih-Nya kepada umat manusia, kepada kita, dengan membiarkan diri-Nya dibaptis di sungai Yordan seperti orang-orang lain. Dengan demikian Ia ingin menunjukkan, bahwa Ia sungguh rela menerima kondisi kita sebagai manusia seutuhnya. Lahir di Betlehem, dibaptis di sungai Yordan sebagai pengakuan diri sebagai manusia lemah. Di Yordan Yesus menerima pengakuan sebagai Putera Allah dan perutusan-Nya, dan di saliblah Ia menyelesaikan perutusan-Nya! Dengan menerima baptis dari Yohanes di Yordan, Yesus menyamakan diri seutuhnya (kecuali dalam hal dosa) dengan manusia, yang harus diselamatkan-Nya! Itulah pelaksanaan kenabian yang sempurna!

Kita pun diundang dan diutus Tuhan untuk melaksanakan tugas panggilan kenabian Gereja! Apa arti baptis kita?
Kita semua tanpa kekecualian dibaptis dalam Yesus Kristus, artinya kita dibaptis dalam kematian-Nya. Berkat baptis kita menerima hidup Gereja dan harus memelihara dan menghayatinya dengan iman. Apakah sebenarnya hidup Gereja atas dasar iman? Iman berarti, seperti Yesus sendiri, selalu ikut prihatin terhadap orang lain. Iman sejati adalah suatu tanggungjawab umum, bukan tanggung jawab perorangan atau “private”. Baptis adalah panggilan untuk ikut melaksanakan tugas kenabian! Pelaksanaannya masing-masing menurut keadaan dan kedudukannya. Pada dasarnya panggilan tugas kenabian berarti kesediaan untuk berkorban!
Pada Pesta Hari Raya Pembaptisan Yesus ini kita semua diundang untuk meninjau kembali dan merenungkan “apa sebenarnya arti baptis bagiku?” Apakah hidupku sebagai orang yang sudah dibaptis dijiwai, dibimbing dan dihayati dengan semangat Yesus? Apakah hidup dan pekerjaanku, apapun bentuk atau macamnya, merupakan penghayatan tugas kenabianku sebagai orang yang sudah baptis? Apakah yang dapat kulakukan sekarang ini, dalam keluarga, di lapangan kerja, di lingkungan Gereja, di tengah masyarakat konkret sekarang ini?
Semoga Pesta Pembaptisan Yesus ini kita terima sebagai undangan dan harapan, agar kita selalu ingat dan berterimakasih atas pembaptisan kita. Mari kita makin sadar untuk melaksanakan janji-janji baptis yang telah kita ucapkan, baik secara perorangan atau diwakili oleh orang tua kita. Semoga rahmat yang telah kita terima dalam pembaptisan menolong dan meneguhkan kita, untuk berani tampil sebagai cahaya bagi orang lain di tengah masyarakat kita. Apakah kita yang sudah dibaptis ini sungguh putera-puteri Allah dan berkenan kepada-Nya? A m i n .

Jakarta, 8 Januari 2010.

Hari Raya Penampakan Tuhan - 03 Januari 2010

H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
HARI RAYA PENAMPAKAN TUHAN
Yes 60:1-6, Ef 3:2-3,5-6, Mat 2:1-12

PENGANTAR

          Hari ini kita merayakan Hari Raya Penampakan Tuhan (Epiphania Domini). Penampakan atau penampilan diri setiap orang, direncanakan atau tidak, sangat penting. Penampilan orang pertama di hadapan umum menen-tukan sikap atau tanggapan mereka terhadap dirinya.
          Hari ini kita diajak menyambut Yesus, Penyelamat kita, yang menam-pakkan diri di Betlehem, yang dewasa ini di mana-mana digambarkan terbaring di sebuah palungan di gua atau gubug sederhana. Marilah kita ber-sama orang-orang majus menghadap, bersujud dan menyembah Dia.
HOMILI
          Cara memperkenalkan diri atau tampil di hadapan umum sangat bera-neka ragam. Cara yang paling polos, otentik, dan sungguh nyata seperti adanya dilakukan oleh setiap bayi yang dilahirkan. Itulah yang dilakukan Yesus. Sangat pentinglah bagi kita, yang merayakan penampakan Tuhan Allah kepada kita. Ternyata jalan yang ditempuh oleh Allah yang menjadi manusia itu begitu biasa, bahkan demikian sederhana, sehingga di kalangan masyarakat sezaman-Nya pun sangat sederhana. Bukan menyolok, bukan spektakuler!
          Pater J.M.H. Nouwen menulis sebagai berikut: “Saya ingin menulis bagi Anda mengenai kasih Allah, yang menjadi nyata dalam Yesus. Bagai-mana kasih itu dinyatakan melalui Yesus? Kasih itu dijadikan nyata melalui jalan turun. Itulah rahasia agung penjelmaan. Allah telah turun kepada kita manusia agar dapat menjadi manusia bersama kita. Dan sebagai seorang dari antara kita, Ia merendahkan diri menjadi orang yang dihukum mati. Dalam hati tidak mudahlah untuk merasakan dan memahami jalan turun Yesus ini”.
          Menanggapi isi renungan tentang “jalan turun” itu, dalam Injil Matius hari ini kita dapat menyimpulkan tiga macam sikap diri manusia terhadap jalan turun yang ditempuh Yesus Juruselamat kita:
          Pertama: “Orang-Orang Majus”, orang-orang asing terkemuka dari Timur, adalah kelompok orang yang baik hati maupun budinya terbuka dan peka terhadap tanda di langit tentang kedatangan Penebus. Mereka serentak rela meninggalkan keluarga, milik, pekerjaannya dan berani menggambil risiko mencari bayi Penyelamat di negeri asing.
          Kedua: Di negeri Yahudi sendiri Raja Herodes dan penduduknya ter-kejut mendengar berita kelahiran Mesias. Dalam diri Herodes terungkap-lah pribadi manusia yang egois. Sebagai raja ia melihat bahaya akan kehilangan kedudukannya. Penampilan orang lain dianggapnya sebagai lawan. Para imam dan ahli Taurat Yahudi tahu dari Kitab Suci, bahwa Mesias akan lahir di Betlehem. Tetapi hati mereka beku, mereka tidak mencari benar atau tidaknya berita kedatangan Mesias itu. Mereka tidak ambil pusing. Mental masyarakat tidak berubah apapun!
          Ketiga: Kelompok ketiga terdiri dari orang-orang sederhana, yang tak punya pretensi apapun, bahkan termasuk penduduk kota pinggiran: gembala-gembala. Mereka ini orang-orang yang saling terbuka, saling berbagi baik dalam kesukaan maupun kedukaan, dalam kelebihan atau kekurangan. Orang-orang inilah yang mampu membaca tanda dari langit.
          Ketiga macam sikap itu dapat kita anggap sebagai alat cermin untuk memantulkan kesungguhan atau kesejatian diri pribadi kita masing-masing. Allah menampakkan diri kepada kita manusia dengan menempuh JALAN TURUN.  Allah sudi menjadi manusia seperti kita. Ia yang agung menjadi kecil, Ia yang menguasai segalanya menjadi miskin, Ia Raja semesta alam menjadi bayi makhluk kecil di Betlehem. Gambar diri pribadi manakah yang terpantul dalam cermin penampakan Tuhan kita Yesus Kristus? Dengan sikap manakah: Sikap ketiga majus dari Timur? Sikap Herodes atau para ahli Taurat? Ataukah sikap gembala-gembala di padang rumput?
          Marilah kita menyambut penampakan Yesus Kristus Tuhan kita dengan hati terbuka dan rendah hati, dan bersujud menyembah Dia. A m i n .

Jakarta, 1 Januari 2010
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...