Antara Etika vs Pandai Matematika

Mengajarkan anak beretika sejak dini lebih baik dari pada mengajarkan etika diusia dewasa.

Alkisah Sebuah Pohon Alpukat dan Benalu

Setiap orang yang meremehkan dosa kecil sekalipun, akan terjerat oleh dosa yang lebih besar lagi.

Sekawanan Angsa dan Badai Salju

Jika aku bisa menjadi salah satu dari mereka, maka aku pasti bisa menyelamatkan mereka.

Kisah Anak Penyemir Sepatu

Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya buat bagi Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak

Prosedur Perkawinan Gereja Katolik

Jika Anda adalah pasangan yang akan menerimakan Sakramen Perkawinan, atau akan menikah secara Katolik maka silahkan membaca artikel ini.

Tahun Kerahiman

Tahun Kerahiman

HARI RAYA PASKAH/C/2016

H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm

HARI RAYA PASKAH/C/2016
Kis 10:34a.37-43 1 Kor 5:6b-8 Yoh 20:1-9

PENGANTAR
     Berita Paskah, yakni berita tentang kebangkitan Yesus, merupakan puncak Injil sebagai kabar gembira tentang perubahan keadaan nasib umat manusia, yang sungguh menggembirakan. Dengan kebangkitan Yesus terjadilah perubahan total di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Pribadi Yesus sebelum kematian dan sesudah kebangkitan-Nya tidak berubah dan tetap sama, meskipun keadaan dan sifat keberadaan-Nya berubah, seperti diceriterakan dalam Injil kepada kita.

HOMILI
     Keempat Injil, yakni dari Markus, Matius, Lukas dan Johannes, semuanya memberitakan kebangkitan Yesus dalam bentuk yang bervariasi, namun isinya yang baku adalah sama, yaitu bahwa Yesus sungguh telah bangkit. Berkat kebangkitan Yesus, keberadaan atau eksistensi umat manusia secara mengagumkan telah berubah total. Kita semua tetap manusia seperti adanya. Yesus pun adalah tetap anak Maria di Nasaret seperti kita sebagai manusia. Tetapi sesudah bangkit Ia menampakkan diri kepada murid-murid-Nya. Bahkan Ia pernah minta kepada Thomas yang tidak percaya kepada kebangkitan-Nya, supaya dia menaruh jarinya pada luka di lambung-Nya, yang ditusuk dengan tombak. Yesus tetap satu dan sama, namun dalam kebangkitan-Nya Ia tampil dalam keberadaan atau kehadiran-Nya yang berbeda. Apakah makna kebangkitan Yesus bagi kita?

     Berita Paskah menyadarkan kita, bahwa Yesus Kristus yang satu dan sama tetap hadir, namun dalam bentuk keberadaan dan kehadiran-Nya yang berlainan. Itulah pesan yang disampaikan kepada kita dalam perayaan Paskah, yaitu bahwa hidup kita pun, seperti hidup Kristus sendiri, berkat kebangkitan-Nya akan mengalami suatu transformasi atau perubahan total. Seperti Yesus kita pun akan mati, namun juga bangkit kembali. Berkat penebusan Kristus lewat kematian dan kebangkitan-Nya, hidup kita sebagai orang kristiani, yang semula hanya bersifat duniawi-manusiawi diubah menjadi hidup surgawi-ilahi. Dan hal itu menurut iman kita adalah sungguh benar, walaupun kenyataan itu dalam hidup kita sekarang ini belum terwujud seutuhnya.

     Dalam menghadapi perubahan yang dialami Yesus seperti disaksikan oleh murid-murid-Nya, mereka itu tidak secara otomatis langsung dapat menerima dan langsung percaya kepada-Nya. Yesus yang telah mereka kenal sebagai orang dari Nasaret, ternyata harus dikenal dan dihargai lagi secara lain. Mereka membutuhkan waktu untuk mengenal Yesus dalam kondisi-Nya yang berbeda. Dan akhirnya baru sesudah Pentakosta, atas penerangan Roh Kudus, mereka baru tahu bahwa Yesus yang berasal Nasaret itu adalah sungguh Yesus Kristus, atau "Yesus Yang Diurapi", yaitu Yesus sebagai Penebus atau Penyelamat. Kita sekarang ini seperti juga murid-murid Yesus dahulu, masih membutuhkan Roh Kudus untuk dapat mengenal Yesus yang telah bangkit.

     Dalam merayakan Paskah, masih ada hal lain juga yang perlu kita ketahui, yaitu tokoh Maria Magdalena. Perempuan ini telah dibebaskan oleh Yesus dari tujuh setan. Dia adalah orang pertama yang datang ke makam Yesus, dan menemukan makam-Nya telah kosong. Yesus karena kasih-Nya membebaskannya dari kekuasaan setan. Dan Maria Magdalena membalas kasih Yesus kepadanya. Ia bukan hanya hadir dalam penderitaan Yesus, melainkan juga menjadi saksi dan pewarta pertama dari Tuhan yang bangkit! Karena itulah dalam perbendaharaan istilah Gereja Maria Magdalena disebut sebagai "Apostola Apostolorum", "Rasul dari para Rasul"! Apa pesan yang dapat kita ambil dari pribadi Maria Magdalena?

     Di dalam Injil kita diberi tahu, bahwa di balik seluruh perisiwa kematian dan kebangkitan Yesus, Maria Magdalena memainkan suatu peranan luarbiasa, yaitu peranan kasih. Penderitaan, wafat dan kebangkitan Yesus adalah ungkapan kasih-Nya yang luarbiasa. Dan sikap dan perbuatan yang dilakukan Maria Magdalena adalah juga suatu peranan kasih timbal balik yang luarbiasa! Kasih Allah hanya menjadi nyata bagi orang yang mempunyai mata untuk melihat. Kasih Allah hanya dapat dilihat dan dibaca oleh orang mempunyai mata kasih. Maria Magdalena adalah teladan orang yang mempunyai mata kasih. Mata yang memungkinkan kasih timbal balik antar Allah dan manusia dan antar manusia satu sama lain.

     Hanya dengan kasih kita dapat sungguh mengerti makna Paskah, yang kita rayakan ini. Marilah kita sungguh bergembira, bukan hanya sekadar merayakan Paskah sebagai suatu upacara ibadat yang meriah. Marilah kita berterima kasih kepada Allah, mohon kepada-Nya agar sudi juga membuka mata dan hati kita seperti hati Maria Magdalena, sehingga kita mampu melihat dan merasakan kasih-Nya yang luarbiasa kepada kita seperti dilaksanakan-Nya dalam diri Yesus Kristus.

     Namun mari kita doakan pula untuk semua orang, agar mereka semuanya juga dapat melihat kasih Allah dalam diri Yesus Kristus, sehingga mereka semua juga percaya dan ikut merasakan kegembiraan Paskah seperti kita sendiri.

     Pada Hari Kamis Putih Paus Fransiskus mencuci kaki 12 orang: 8 laki-laki dan 4 perempuan. Dari 4 orang perempuan itu: 1 Katolik dan 3 migran Kristen Koptik; dari 8 orang yang laki-laki : 4 Katolik dari Negeria, 3 Muslim/Islam dari Mali, Siria, Pakistan, dan 1 Hindu dari India. Paus mengatakan: kita semua ini, apapun negara, bangsa dan suku kita mempunyai Bapa yang satu. Yesus yang dalam kasih-Nya telah menderita, wafat dan bangkit kembali, mau membawa kita semua kepada Bapa-Nya di surga, Allah yang maharahim. Kegembiraan Paskah harus merupakan kegembiraan segala bangsa. Merayakan Paskah berarti merayakan kasih Allah kepada semua orang.

Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm.

JUMAT AGUNG C/2016

H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
 
JUMAT AGUNG C/2016
Yoh 18:1-19:42

PENGANTAR
     Renungan pendek tentang ucapan Yesus "Sudah selesai" Patut diketahui bahwa pada setiap tahun pada Hari Minggu Palma dibacakan Kisah Sengsara Yesus, secara bergiliran: Injil menurut Matius, Markus dan Lukas.

HOMILI
     Setiap Injil itu mempunyai cirinya sendiri yang khas, masing-masing ingin menekankan aneka kekhususan Yesus sebagai Penyelamat. Tetapi pada Hari Jumat Agung selalu dibacakan Kisah Sengsara Yesus yang sama, yaitu INJIL MENURUT YOHANES. Dalam mendengarkan Kisah Sengsara Yesus menurut Injil Johannes, yang telah dibacakan atau dinyanyikan, kita harus memperhatikan dan merenungkan dengan sungguh-sungguh apa yang ingin disampaikan Johannes kepada kita. Dalam renungan Johannes, yang menulis Injilnya pada usia tinggi itu, terungkaplah betapa agung kasih Yesus ketika menanggung sengsara-Nya!

     Kemarin dalam perayaan Kamis Putih kita sudah mendengar Injil Yohanes tentang keagungan kasih Yesus yang membasuh kaki murid-murid-Nya. Dikatakan oleh Yohanes: "Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya, demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai sehabis-habisnya" (Yoh 13:1). Kita bertanya mengapa Yesus berbuat demikian? Sebab Yesus sungguh sadar, bahwa memang itulah kehendak Bapa-Nya, seperti dikatakan-Nya: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelsaikan pekerjaan-Nya" (Yoh 4:34).

     Tugas utama Yesus ialah melaksanakan perutusan kasih Allah kepada kita sebagai orang berdosa. Yesus melaksanakannya dan menyelesaikannya di kayu salib di Golgota. Pada saat itu Yesus berkata: "Sudah selesai" (Yoh 19:30). Artinya bukan sekadar berarti sebagai suatu pernyataan, bahwa tugas-Nya sudah berakhir! Kisah Kesengsaraan Yesus ini hanya dapat kita tangkap dan pahami, apabila kita membacanya dengan 'empati', dengan 'perasaan ikut mengalami'.

     Kita baru akan sadar, betapa demikian besar dosa manusia, tetapi sekaligus kita juga menyadari juga begitu agungnya kasih Allah kepada kita manusia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yoh 3:16). Perutusan Allah Bapa itu dilaksanakan dalam seluruh kehidupan-Nya, sejak Ia dilahirkan dan dengan mewartakan kabar gembira serta mewujudkannya dengan teladan dan perbuatan. Dalam pelaksanaan perutusan-Nya Yesus mengalami penghinaan, penderitaan dan hukuman mati, yang dieksekusikan di kayu salib.

     Semua itu telah diselesaikan-Nya. Artinya dilaksanakan sepenuh-penuhnya sampai akhir. Suatu bukti pelayanan kasih sehabis-habisnya: SAMPAI SELESAI! Dengan demikian, marilah pada Hari Jumat Suci ini kita dengan penuh rasa syukur merayakan wafat Yesus di salib dengan hati yang terbuka, agar kita semua dapat menerima dan mengalami keagungan kasih Allah kepada kita tanpa batas.


Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm.

KAMIS PUTIH C/2016

H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
KAMIS PUTIH C/2016
Kel 12:1-8.11-14 1  Kor 11:23-26  Yoh 13:1-15

PENGANTAR
     Pada hari ini kita memasuki Triduum Sacrum, Trihari Suci: Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Suci menjelang Hari Raya Paskah. Yesus sadar bahwa Ia harus mengakhiri hidup-Nya di dunia ini menuju kepada Bapa-Nya. Perjalanan-Nya harus ditempuh-Nya lewat salib untuk mengorbankan diri-Nya demi keselamatan umat, yang dikasihi-Nya. "Sebagaimana Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya, demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai saat terakhir". Kasih-Nya yang murni dan tulus ditunjukkan-Nya dengan membasuh kaki murid-murid-Nya dan memberikan diri-Nya seutuhnya dengan mengadakan Ekaristi. Itulah ungkapan kasih-Nya yang tak kunjung henti kepada kita!

HOMILI
     Yesus sungguh sadar akan perutusan yang diberikan oleh Bapa kepada-Nya: menyelamatkan umat manusia. Ia mau menunjukkan siapakah diri-Nya yang sebenarnya. Yesus sadar bahwa Ia datang untuk pelayanan kasih. Pelayanan kasih sejati bukan ditentukan dan diukur menurut tingkat kedudukan seseorang, melainkan dengan ketulusan hati dalam kata dan perbuatan nyata. Karena itu Yesus menanggalkan jubah-Nya sebagai ungkapan kedudukan yang terhormat, dan diganti dengan kain biasa sebagai tanda peranan-Nya sebagai seorang pelayan.

     Pencucian kaki oleh Yesus adalah suatu syarat, agar perjamuan makan terakhir, yang merupakan ungkapan persaudaraan dan kasih-Nya dapat diselenggarakan secara sungguh pantas dan murni. Dengan membasuh kaki murid-murid-Nya Yesus mau menunjukkan kasih Allah Bapa-Nya kepada manusia. Allah bukanlah Allah yang berdaulat, berkuasa dan hanya bertakhta di surga, melainkan datang ke dunia untuk melayani kita umat manusia justru untuk membawa kita ke tingkat hidup surgawi.

     Dengan mencuci kaki murid-murid-Nya, Yesus mau menunjukkan dan sekaligus melaksanakannya sendiri, bahwa kita semua ini adalah orang-orang sederajat dan semartabat. Dengan demikian setiap orang, sebagai makhluk ciptaan Allah, harus saling berhadapan dan saling menghomati. Di hadapan Allah semua orang adalah sama. Dan konsekuensinya seperti diajarkan dan dilaksanakan olehYesus sendiri sebagai Putera Allah, namun juga anak manusia. Kita semua satu sama lain harus rela untuk saling melayani.

     Dengan membasuh kaki murid-murid-Nya Yesus mau juga menegaskan, bahwa orang yang mau menguasai atau merasa dirinya lebih tinggi daripada orang lain siapapun juga, berarti bertentangan dengan sikap Yesus, Putera Allah sendiri! Yesus justru datang untuk membawa kita kepada Allah! Sikap atau pretensi merasa lebih tinggi daripada orang lain, atau memiliki rasa superioritas terhadap sesama, sungguh bertentangan dengan sikap Yesus. Di suatu komunitas manusia, seperti dikehendaki oleh Yesus, di situ dalam hubungan mereka satu sama lain tidak akan memakai ukuran pyramidal, ukuran atau sikap "atas-bawah", melainkan dengan ukuran horisontal, secerajat dan semartabat di hadapan Allah, di mana setiap orang adalah pelayan bagi sesamanya. Injil Yohanes hari ini, yang menceriterakan apa yang dilakukan Yesus, yakni mencuci kaki murid-murid-Nya, memberi pesan kepada kita: kasih sejati kepada sesama harus dilaksanakan dengan sikap, kata dan perbuatan untuk saling menerima sebagai saudara dan selalu rela saling melayani.

     Dalam merayakan Kamis Putih kita juga diingatkan bahwa Yesus mengadakan Sakramen Ekaristi. Yesus bukan hanya rela membasuh kaki murid- murid-Nya sebagai sebagai sesama, bahkan sebagai pelayan! Kita harus selalu bertanya kepada diri kita sendiri: Dengan kondisi hati yang bagaimanakah aku menyambut kedatangan Yesus dalam Ekaristi? Apakah aku datang bersama dengan sesamaku kepada Yesus dengan hati yang murni, tanpa rasa benci ataupun dendam, melainkan sebagai sesama yang saling melayani dan mengasihi? Seperti Yesus menanggalkan pakaian jubah-Nya dan diganti dengan kain pelayan untuk melayani, bersediakah aku juga mengganti pakaian kedudukan dan kehormatanku dengan pakaian sederhana sebagai lambang kerelaanku untuk melayani sesamaku? Ataukah aku menerima Kristus dalam Ekaristi dengan hati, yang berpakaian gengsi dan harga diri lebih tinggi. Bukan hanya kelak, apabila dalam kematian kita dipanggil menghadap Allah, tetapi sekarang pun dalam menghadap Kristus dalam Ekaristi, kita harus bersedia menanggalkan pakaian gelar akademis, kedudukan, pangkat, gengsi, kebanggaan dan kehormatan, agar dapat menerima Penebus kita, yang dengan rendah hati bersedia menyerahkan tubuh dan darah-Nya kepada kita.”

    Marilah kita semua bersedia seperti Yesus sendiri untuk saling mencuci kaki kita, agar kita sungguh pantas untuk menerima Ekaristi, sebagai pelayanan kasih Kristus sejati kepada kita, yang tidak akan pernah berkesudahan.


Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm.

MINGGU PALMA /C/2016

H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
 
MINGGU PALMA /C/2016
Yes 50:4-7  Flp 2:6-11  Luk 22:14-23.56

PENGANTAR
     Dalam Mingu Palma ini kita mendengarkan kisah tentang sengsara Kristus seutuhnya. Dalam kisah ini kita berhadapan dengan pertanyaan yang mendasar: Mengapa dan bagaimana Yesus mengakhiri hidup-Nya di salib? Siapa dan apa gerangan motif atau alasan orang-orang yang harus bertanggungjawab atas kematian Yesus itu?

HOMILI
     Pandangan orang-orang yang berlatarbelakang politik berpendapat, bahwa tanggungjawab kematian Yesus itu ada di tangan Pilatus dan otoritas Romawi. Jadi lebih bersifat politik dari pada karena hal keagamaan. Di lain pihak bagi orang-orang Yahudi di golongan ulama atau keagamaan, penyaliban Yesus dianggap sebagai hukuman atas pelanggaran-Nya melawan adat istiadat, peraturan keagamaaan dan hukum Taurat, bahkan dianggap menghojat Allah.

     Salah satu akibat peristiwa sengsara, hukuman mati dan penyaliban Yesus  duapuluh abad yang lalu itu sampai sekarang pun masih ada, tetap aktual dan relevan. Ada pendapat orang secara pribadi, ada pendapat sebagai kelompok, atau sebagai suatu negara yang sangat ‘pro Israel’ sebagai negara sekarang ini. Sebaliknya tidak kurang pula orang-orang yang anti-Semitisme. Nah, kita sendiri sebagai umat kristiani diajak untuk merenungkan dan memahami makna sengsara dan kematian Yesus di salib menurut iman, dan berpegang pada ajaran Gereja. Kita harus menghindari jangan  memahami misteri sengsara Yesus secara politis atau terdorong oleh fanatisme keagamaan!

     Dalam kenyataan, baik otoritas politik  maupun otoritas religius/keagamaan, yakni Prokurator Romawi maupun Pimpinan Sanhedrin (Majelis Keagamaan Yahudi), kedua-duanya mengambil bagian dalam putusan hukuman mati atas Yesus, meskipun menurut pendapat masing-masing. Memang sangat penting diketahui, bahwa dalam catatan sejarah tidak ada penegasan apapun yang hakiki tentang hal ini. Tetapi, - inilah pesan kisah sengsara Yesus yang harus kita ketahui dan sadari! -, menurut ajaran iman kita, kita semua ini ikut bertanggungjawab atas kematian Yesus yang terjadi demi dosa-dosa kita.

     Marilah kita memandang Yesus di salib! Apakah yang dilakukan Yesus dalam penderitaan-Nya? Justru tergantung di salib itu tampaklah martabat Yesus yang mahaluhur, mengatasi apapun yang manusiawi, tampak kesabaran-Nya yang takterbatas. Tidak tampak sedikitpun dalam sikap, gerak maupun kata-kata-Nya, yang bertentangan dengan Injil yang diwartakan-Nya, khususnya tidak bertentangan dengan khotbah-Nya di bukit tentang apa yang disebut kebahagiaan. Dan menjelang kematian-Nya, Yesus justru mohon pengampunan bagi mereka yang menyalib diri-Nya.

     Keadaan dan reaksi Yesus terhadap  penganianaan kejam  yang diderita-Nya bersifat total sebagai manusia dengan segala kelemahan-Nya seperti kita. Ia gemetar dan waktu berdoa di Getsemani peluh-Nya bertetesan sebagai darah, dan Ia mohon supaya piala penderitaan yang diminum-Nya disingkirkan. Ia minta murid-murid-Nya supaya mendoakan Dia, bahkan Ia menangis dan berseru: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

     Dari gambaran yang diperoleh tentang Yesus dalam Kitab Suci itu, kita harus menyadari, bahwa kita semua melalui dosa-dosa kita, ikut bertang-gungjawab atas sengsara dan kematian-Nya di salib. Dan apa yang menyolok dalam diri Yesus dalam penderitaan-Nya? Ia diam saja! (Mat 26:63). Ia diam di depan Kaifas, Ia diam di hadapan Pilatus, Ia diam berhadapan dengan Herodes, yang ingin melihat Yesus mengadakan mukjizat di depan-Nya (lih.Luk 23:8). “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki” (1 Ptr 2:23).    

     Dalam suasana diam di Golgota itu akhirnya hanya terdengar suara nyaring Yesus: Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku”. Kemudian terdengar suara kepala pasukan Romawi yang memimpin eksekusi hukuman mati itu: Sungguh, orang ini adalah orang yang benar”. Di depan Yesus yang tergantung di salib sebagai Orang Yang Benar itu, marilah kita berlutut dan mengakui diri kita sebagai orang berdosa. Marilah kita mohon kepada-Nya agar kita sungguh dapat menjadi “orang-orang yang benar”.

Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...