Tahun Kerahiman

Tahun Kerahiman

KAMIS PUTIH C/2016

H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
KAMIS PUTIH C/2016
Kel 12:1-8.11-14 1  Kor 11:23-26  Yoh 13:1-15

PENGANTAR
     Pada hari ini kita memasuki Triduum Sacrum, Trihari Suci: Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Suci menjelang Hari Raya Paskah. Yesus sadar bahwa Ia harus mengakhiri hidup-Nya di dunia ini menuju kepada Bapa-Nya. Perjalanan-Nya harus ditempuh-Nya lewat salib untuk mengorbankan diri-Nya demi keselamatan umat, yang dikasihi-Nya. "Sebagaimana Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya, demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai saat terakhir". Kasih-Nya yang murni dan tulus ditunjukkan-Nya dengan membasuh kaki murid-murid-Nya dan memberikan diri-Nya seutuhnya dengan mengadakan Ekaristi. Itulah ungkapan kasih-Nya yang tak kunjung henti kepada kita!

HOMILI
     Yesus sungguh sadar akan perutusan yang diberikan oleh Bapa kepada-Nya: menyelamatkan umat manusia. Ia mau menunjukkan siapakah diri-Nya yang sebenarnya. Yesus sadar bahwa Ia datang untuk pelayanan kasih. Pelayanan kasih sejati bukan ditentukan dan diukur menurut tingkat kedudukan seseorang, melainkan dengan ketulusan hati dalam kata dan perbuatan nyata. Karena itu Yesus menanggalkan jubah-Nya sebagai ungkapan kedudukan yang terhormat, dan diganti dengan kain biasa sebagai tanda peranan-Nya sebagai seorang pelayan.

     Pencucian kaki oleh Yesus adalah suatu syarat, agar perjamuan makan terakhir, yang merupakan ungkapan persaudaraan dan kasih-Nya dapat diselenggarakan secara sungguh pantas dan murni. Dengan membasuh kaki murid-murid-Nya Yesus mau menunjukkan kasih Allah Bapa-Nya kepada manusia. Allah bukanlah Allah yang berdaulat, berkuasa dan hanya bertakhta di surga, melainkan datang ke dunia untuk melayani kita umat manusia justru untuk membawa kita ke tingkat hidup surgawi.

     Dengan mencuci kaki murid-murid-Nya, Yesus mau menunjukkan dan sekaligus melaksanakannya sendiri, bahwa kita semua ini adalah orang-orang sederajat dan semartabat. Dengan demikian setiap orang, sebagai makhluk ciptaan Allah, harus saling berhadapan dan saling menghomati. Di hadapan Allah semua orang adalah sama. Dan konsekuensinya seperti diajarkan dan dilaksanakan olehYesus sendiri sebagai Putera Allah, namun juga anak manusia. Kita semua satu sama lain harus rela untuk saling melayani.

     Dengan membasuh kaki murid-murid-Nya Yesus mau juga menegaskan, bahwa orang yang mau menguasai atau merasa dirinya lebih tinggi daripada orang lain siapapun juga, berarti bertentangan dengan sikap Yesus, Putera Allah sendiri! Yesus justru datang untuk membawa kita kepada Allah! Sikap atau pretensi merasa lebih tinggi daripada orang lain, atau memiliki rasa superioritas terhadap sesama, sungguh bertentangan dengan sikap Yesus. Di suatu komunitas manusia, seperti dikehendaki oleh Yesus, di situ dalam hubungan mereka satu sama lain tidak akan memakai ukuran pyramidal, ukuran atau sikap "atas-bawah", melainkan dengan ukuran horisontal, secerajat dan semartabat di hadapan Allah, di mana setiap orang adalah pelayan bagi sesamanya. Injil Yohanes hari ini, yang menceriterakan apa yang dilakukan Yesus, yakni mencuci kaki murid-murid-Nya, memberi pesan kepada kita: kasih sejati kepada sesama harus dilaksanakan dengan sikap, kata dan perbuatan untuk saling menerima sebagai saudara dan selalu rela saling melayani.

     Dalam merayakan Kamis Putih kita juga diingatkan bahwa Yesus mengadakan Sakramen Ekaristi. Yesus bukan hanya rela membasuh kaki murid- murid-Nya sebagai sebagai sesama, bahkan sebagai pelayan! Kita harus selalu bertanya kepada diri kita sendiri: Dengan kondisi hati yang bagaimanakah aku menyambut kedatangan Yesus dalam Ekaristi? Apakah aku datang bersama dengan sesamaku kepada Yesus dengan hati yang murni, tanpa rasa benci ataupun dendam, melainkan sebagai sesama yang saling melayani dan mengasihi? Seperti Yesus menanggalkan pakaian jubah-Nya dan diganti dengan kain pelayan untuk melayani, bersediakah aku juga mengganti pakaian kedudukan dan kehormatanku dengan pakaian sederhana sebagai lambang kerelaanku untuk melayani sesamaku? Ataukah aku menerima Kristus dalam Ekaristi dengan hati, yang berpakaian gengsi dan harga diri lebih tinggi. Bukan hanya kelak, apabila dalam kematian kita dipanggil menghadap Allah, tetapi sekarang pun dalam menghadap Kristus dalam Ekaristi, kita harus bersedia menanggalkan pakaian gelar akademis, kedudukan, pangkat, gengsi, kebanggaan dan kehormatan, agar dapat menerima Penebus kita, yang dengan rendah hati bersedia menyerahkan tubuh dan darah-Nya kepada kita.”

    Marilah kita semua bersedia seperti Yesus sendiri untuk saling mencuci kaki kita, agar kita sungguh pantas untuk menerima Ekaristi, sebagai pelayanan kasih Kristus sejati kepada kita, yang tidak akan pernah berkesudahan.


Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...