H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
MINGGU PALMA /C/2016
Yes 50:4-7 Flp 2:6-11 Luk 22:14-23.56
PENGANTAR
Dalam Mingu Palma ini kita mendengarkan kisah tentang sengsara Kristus seutuhnya. Dalam kisah ini kita berhadapan dengan pertanyaan yang mendasar: Mengapa dan bagaimana Yesus mengakhiri hidup-Nya di salib? Siapa dan apa gerangan motif atau alasan orang-orang yang harus bertanggungjawab atas kematian Yesus itu?
HOMILI
Pandangan orang-orang yang berlatarbelakang politik berpendapat, bahwa tanggungjawab kematian Yesus itu ada di tangan Pilatus dan otoritas Romawi. Jadi lebih bersifat politik dari pada karena hal keagamaan. Di lain pihak bagi orang-orang Yahudi di golongan ulama atau keagamaan, penyaliban Yesus dianggap sebagai hukuman atas pelanggaran-Nya melawan adat istiadat, peraturan keagamaaan dan hukum Taurat, bahkan dianggap menghojat Allah.
Pandangan orang-orang yang berlatarbelakang politik berpendapat, bahwa tanggungjawab kematian Yesus itu ada di tangan Pilatus dan otoritas Romawi. Jadi lebih bersifat politik dari pada karena hal keagamaan. Di lain pihak bagi orang-orang Yahudi di golongan ulama atau keagamaan, penyaliban Yesus dianggap sebagai hukuman atas pelanggaran-Nya melawan adat istiadat, peraturan keagamaaan dan hukum Taurat, bahkan dianggap menghojat Allah.
Salah satu akibat peristiwa
sengsara, hukuman mati dan penyaliban Yesus duapuluh abad yang lalu
itu sampai sekarang pun masih ada, tetap aktual dan relevan. Ada
pendapat orang secara pribadi, ada pendapat sebagai kelompok, atau
sebagai suatu negara yang sangat ‘pro Israel’ sebagai negara sekarang
ini. Sebaliknya tidak kurang pula orang-orang yang anti-Semitisme. Nah,
kita sendiri sebagai umat kristiani diajak untuk merenungkan dan
memahami makna sengsara dan kematian Yesus di salib menurut iman, dan
berpegang pada ajaran Gereja. Kita harus menghindari jangan memahami misteri sengsara Yesus secara politis atau terdorong oleh fanatisme keagamaan!
Dalam kenyataan, baik otoritas
politik maupun otoritas religius/keagamaan, yakni Prokurator Romawi
maupun Pimpinan Sanhedrin (Majelis Keagamaan Yahudi), kedua-duanya
mengambil bagian dalam putusan hukuman mati atas Yesus, meskipun
menurut pendapat masing-masing. Memang sangat penting diketahui, bahwa
dalam catatan sejarah tidak ada penegasan apapun yang hakiki tentang
hal ini. Tetapi, - inilah pesan kisah sengsara Yesus yang harus
kita ketahui dan sadari! -, menurut ajaran iman kita, kita semua ini
ikut bertanggungjawab atas kematian Yesus yang terjadi demi dosa-dosa
kita.
Marilah kita memandang Yesus di salib! Apakah yang dilakukan Yesus dalam penderitaan-Nya? Justru
tergantung di salib itu tampaklah martabat Yesus yang mahaluhur,
mengatasi apapun yang manusiawi, tampak kesabaran-Nya yang takterbatas.
Tidak tampak sedikitpun dalam sikap, gerak maupun kata-kata-Nya, yang
bertentangan dengan Injil yang diwartakan-Nya, khususnya tidak
bertentangan dengan khotbah-Nya di bukit tentang apa yang disebut
kebahagiaan. Dan menjelang kematian-Nya, Yesus justru mohon pengampunan
bagi mereka yang menyalib diri-Nya.
Keadaan dan reaksi Yesus terhadap
penganianaan kejam yang diderita-Nya bersifat total sebagai manusia
dengan segala kelemahan-Nya seperti kita. Ia gemetar dan waktu berdoa
di Getsemani peluh-Nya bertetesan sebagai darah, dan Ia mohon supaya
piala penderitaan yang diminum-Nya disingkirkan. Ia minta
murid-murid-Nya supaya mendoakan Dia, bahkan Ia menangis dan berseru:
“Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Dari gambaran yang diperoleh tentang Yesus dalam Kitab Suci itu, kita harus menyadari, bahwa kita semua melalui dosa-dosa kita, ikut bertang-gungjawab atas sengsara dan kematian-Nya di salib. Dan apa yang menyolok dalam diri Yesus dalam penderitaan-Nya? Ia diam saja! (Mat
26:63). Ia diam di depan Kaifas, Ia diam di hadapan Pilatus, Ia diam
berhadapan dengan Herodes, yang ingin melihat Yesus mengadakan mukjizat
di depan-Nya (lih.Luk 23:8). “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas
dengan mencaci maki” (1 Ptr 2:23).
Dalam suasana diam di Golgota itu akhirnya hanya terdengar suara nyaring Yesus: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku”. Kemudian terdengar suara kepala pasukan Romawi yang memimpin eksekusi hukuman mati itu: “Sungguh, orang ini adalah orang yang benar”.
Di depan Yesus yang tergantung di salib sebagai Orang Yang Benar itu,
marilah kita berlutut dan mengakui diri kita sebagai orang berdosa. Marilah kita mohon kepada-Nya agar kita sungguh dapat menjadi “orang-orang yang benar”.
Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm.