Antara Etika vs Pandai Matematika

Mengajarkan anak beretika sejak dini lebih baik dari pada mengajarkan etika diusia dewasa.

Alkisah Sebuah Pohon Alpukat dan Benalu

Setiap orang yang meremehkan dosa kecil sekalipun, akan terjerat oleh dosa yang lebih besar lagi.

Sekawanan Angsa dan Badai Salju

Jika aku bisa menjadi salah satu dari mereka, maka aku pasti bisa menyelamatkan mereka.

Kisah Anak Penyemir Sepatu

Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya buat bagi Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak

Prosedur Perkawinan Gereja Katolik

Jika Anda adalah pasangan yang akan menerimakan Sakramen Perkawinan, atau akan menikah secara Katolik maka silahkan membaca artikel ini.

Tahun Kerahiman

Tahun Kerahiman

Minggu Paska IV C/2010

Minggu Paska IV C/2010
Kis 13:14.43-52 Why 7:9.14b-17 Yoh 10:27-30

PENGANTAR
Dalam Injil Yohanes (Yoh 21:15-19), Minggu lalu, sebelum Yesus mengangat Petrus untuk mengambil alih tugas-Nya sebagai Gembala, Ia ingin mengetahui kesungguhan kasihnya kepada diri-Nya. Pada dasarnya Yesus mau menegaskan, bahwa kepemimpinan apapun, secara simbolis dalam bentuk penggembalaan kawanan domba, harus berlandasan pada kasih. Gembala yang baik adalah gembala yang mengasihi dombanya, seperti Kristus yang mengasihi domba-domba-Nya, sampai Ia rela mengorbarkan hidup-Nya bagi mereka. Injil hari ini menerangkan apa sebenarnya bersikap dan berbuat sebagai gembala.
 
HOMILI
Sejak dalam Perjanjian Lama tokoh-tokoh pemimpin Israel digam-barkan sebagai gembala. Misalnya leluhur mereka seperti Abraham, Ishak, Yakub. Juga pemimpin bangsa, misalnya Musa dan Daud. Dalam Mazmur yang disukai orang didoakan: "Tuhanlah gembalaku" (Mz 23). Kemudian dalam Perjanjian Baru Yesus sendiri meneruskan gambaran tentang gembala itu pada diri-Nya sendiri (lih. Yoh 10:1-21). 

Dalam Injil pendek hari ini (Yoh 10:27-30) dikemukakan dua ciri khas Yesus sebagai gembala. Pertama : gembala dan domba saling mengenal. "Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku, Aku mengenal mereka, dan mereka mengikut Aku". Dengan demikian adalah hubungan erat antar mereka. Kedua : gembala memberikan hidupnya kepada mereka dan demi mereka! Tiada orang atau apapun lainnya bisa memisahkan mereka. Domba-domba merasa aman, mereka adalah sasaran kasih dan keprihatinan gembalanya, bukan sekadar sebagai hal-hal yang harus diurus dan dipelahara belaka. Segala perhatian gembala tertuju kepada kawanan dombanya. Apa pesan Injil hari ini kepada kita? 

Dalam Injil hari ini kita diperkuat iman/kepercayaan kita! Kita percaya akan kasih Allah Bapa kita sebagai Gembala Agung, seperti terbukti dalam diri Yesus Putera-Nya! Apa pun dan bagaimana pun keadaan kita, dengan segala kelemahan dan kekekurangannya, Allah Bapa dan Putera-Nya adalah Gembala kita, yang selalu bisa dipercaya sepenuhnya.

Kiranya ajaran dan pesan, yang disampaikan Yesus di dalam Injil Yohanes hari ini tersebut, dapat kita pahami dalam khotbah Paus Benedictus XVI dalam Misa Peresmian Jabatan Pelayanan Penggem-balaannya sebagai Wakil Kristus, di Roma tgl. 24 April 2005. Dalam homilinya sebagai Wakil Kristus seperti Petrus, Paus berkata:
"Salah satu ciri dasar seorang gembala ialah mengasihi umat yang dipercayakan kepadanya, sama seperti ia me-ngasihi Kristus, Yang dilayaninya. ' Gembalakan domba domba-Ku ', kata Kristus kepada Petrus. Dan sekarang ini Kristus mengatakannya pula kepadaku. Menggemba-lakan berarti mengasihi, dan mengasihi juga berarti ber-sedia menderita. Mengasihi berarti memberikan kepada domba apa yang sungguh baik, santapan kebenaran Allah, sabda Allah, santapan kehadiran-Nya, yang dibe-rikannya kepada kita dalam Sakramen Mahakudus".
Paus Benedictus XVI selanjutnya mengatakan, bahwa perumpamaan tentang gembala itu adalah gambaran tentang Kristus dan Gereja serta masyarakat. Umat manusia di dunia ini sering tidak tahu arah hidupnya, bagaikan domba yang hilang di tengah padang gurun. Putera Allah tak mau melihat dan membiarkan umat manusia hilang terlantar. Maka Ia meninggalkan kemuliaan-Nya di surga dan turun ke bumi mencari manusia yang hilang, sampai Ia rela diadili dan mati di salib. Itulah gambaran gembala yang baik! 

Pengembalaan semacam inilah yang harus merupakan cita-cita setiap gembala. Imam dalam Gereja Katolik disebut pastor, karena gembala dalam pastor Latin adalah "pastor". Tetapi model gembala yang baik bukan hanya berlaku bagi imam atau pastor, dalam arti yang dikenal umat. Menjadi gembala yang baik berlaku bagi setiap orang yang berperan sebagai pemimpin, pendamping, "leader", pembesar, kepala rumah tangga! Kebesaran pembesar adalah kasih dan pelayanannya! 

Pada akhir homilinya Paus Benediktus XVI berkata: " Doakan saya, supaya makin mengenal dan mengasihi domba-domba Kristus dengan semakin baik. Doakan saya, supaya saya tidak melarikan diri karena takut serigala yang menyerang domba-domba Kristus. Mari kita saling mendoakan".
 

Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
Jakarta, 24 April 2010

Minggu Paska III C/2010

Minggu Paska III C/2010
Kis 5:27b-32.40b-41 Why 5:11-14 Yoh 21:1-19

PENGANTAR
Ceritera Injil Yohanes hari ini memuat 2 pesan kepada kita: pertama , keberhasilan penangkapan ikan berkat perintah Yesus; kedua , syarat mutlak yang dituntut Yesus untuk menjadi seorang pemimpin yang sungguh baik. Dalam kebersamaan kita dalam perjamuan Ekaristi sekarang ini, di mana Yesus yang dahulu berbicara kepada Petrus, sekarang pun hadir di tengah kita. Marilah kita menaruh perhatian kita kepada pesan-Nya yang kedua , yaitu bagaimana kita dapat menjadi seorang pemimpin yang baik.
 
HOMILI
Sesudah bangkit, Yesus tetap ada di antara murid-murid-Nya, namun dengan cara kehadiran atau kebersamaan yang lain. Murid-murid-Nya itu selanjutnya kembali melakukan pekerjaan mereka sehari-hari, tidak lagi ber-sama Yesus secara tampak. Tetapi ternyata Yesus yang memanggil mereka untuk mengikuti Dia, sesudah bangkit pun terbukti tetap setia bersama dengan mereka, juga dalam hidup sehari-hari. Pendek kata, dalam ceriteranya tentang penangkapan ikan itu, Yohanes mau menunjukkan kasih dan kesetiaan Yesus kepada murid-murid-Nya, baik dalam kegembiraan maupun dalam kesulitan hidup mereka sehari-hari. 

Secara khusus perhatian Yesus ditujukan kepada Simon Petrus, yang akan dijadikan Wakil-Nya yang pertama di dunia ini. Sesudah memperli-hatkan kesetiaan kasih-Nya kepada Petrus dan teman-temannya dalam penangkapan ikan, Yesus bertanya kepada Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah Engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Inilah Petrus yang sebagai murid-Nya pernah menyangkal Gurunya, namun kemudian menyesal dan menyerahkan dirinya kepada Yesus. Tiga kali Yesus bertanya dan memberikan perintah kepadanya. Sungguh suatu pertanyaan penentu hidupnya ! Mengasihi Yesus "dari pada mereka", atau "dari pada yang lain-lain", dapat berarti mengasihi jala, perahu, atau pekerjaannya sebagai penangkap dan penjual ikan. Tetapi sebenarnya pertanyaan Yesus, yang sampai tiga kali itu menembus sampai pada lubuk hati Petrus yang paling dalam. Pertanyaan Yesus ditujukan kepada sikap dan keadaan dasar setiap manusia, yang merupakan akar dan sumber segala dosa, yaitu kesombongan

Mengapa pertanyaan tentang kasih kepada Yesus itu sampai dilakukan 3 kali kepada Petrus, padahal ditanyakan Yesus sebagai syarat untuk memimpin, menggembalahi pengikut-pengikut-Nya. Mengapa bukan perta-nyaan-pertanyaan lain? Misalnya: Simon, tahu dan sadarkah kamu akan tanggung jawab berat yang harus kamu pikul sebagai pemimpin? Ingatkah kamu akan kelemahan dan catatan pengalaman hidupmu. Sanggupkah kamu memenuhi segenap tantangan yang akan kamu jumpai dalam memimpin atau mendampingi orang lain? 

Di zaman kita sekarang ini pegangan kepemimpinan adalah lain: efisiensi dan efektivitas, atau dayaguna dan hasil, itulah syarat tertinggi untuk dapat bekerja secara profesional. Harus ada kualifikasi kemampuan, tingklat akademik, pengalaman kerja sebelumnya, suskes dalam relasi publik. Memang pertanyaan tentang hal-hal ini sangat penting untuk pelbagai kepemimpinan efektif dewasa ini.- Tetapi Yesus menyatukan dan merangkumkan segalanya itu dalam hanya satu pertanyaan: "Simon, apakah kamu mengasihi Aku?" Pertanyaan ini langsung menembus hati Petrus! 

Jadi kunci kualifikasi kepemimpinan dan pelayanan kepada siapapun atas nama Yesus Kristus, ialah kasih kepada Tuhan, dan berciri dengan kerendahan hati, ketaatan dan kesetiaan kepada-Nya. Petrus sebenarnya sudah menghormati dan menghargai pribadi Yesus, tetapi ia masih belum bebas dari kepentingan diri sendiri. Selama sikap dasar kesombongan ini masih ada, komunitas apapun yang dipimpin atau dilayani akan goncang atau roboh. Petrus diingatkan kepada kenyataan ini: Yesus berbuat baik kepada bangsa-Nya sendiri, namun Ia disalib. Bukankah hal serupa itupun terjadi juga di dalam keluarga, lembaga, organisasi, bahkan negara? 

Petrus yang sama inilah, sesudah harus belajar dan mengalami sendiri apa yang ditanyakan Yesus kepadanya, menulis dalam suratnya kepada umat sebagai berikut: "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, melainkan dengan pengabdian diri...Hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu" (lih. 1 Ptr 1-4). Kasih sejati selalu rendah hati, bukan sombong. Kepemimpinan sejati adalah kerendahan hati. Amin.
  

Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
Jakarta, 17 April 2010

Minggu Paska II C/2010

Minggu Paska II C/2010
"MINGGU KERAHIMAN ILAHI"
Kis 5:12-16 Why 1:9-11a.12-13.17-19 Yoh 20:19-31

PENGANTAR
Dalam Tahun Yubileum 2000, ketika Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 30 April 2000 memimpin Misa Kudus di Roma untuk kanonisasi seorang Suster Polandia, St. Faustina Kowalska (1905-1938), dalam homilinya mengatakan: "Adalah penting, bahwa kita menerima pesan sabda Allah pada Hari Minggu Paskah Kedua ini, yang sejak saat ini di seluruh dunia akan disebut Minggu Kerahiman Ilahi". Marilah pada Hari Minggu Oktaf Paskah, atau Minggu Paskah Kedua, yang sebagai kelengkapannya disebut Minggu Kerahiman Ilahi ini, kita mendengarkan pesan Kristus, yang telah bangkit tentang kerahiman Allah Bapa kepada kita lewat Putera-Nya seperti tercantum di dalam Injil Yohanes.
 
HOMILI
Dalam Injil Yohanes hari ini sebenarnya ditampilkan juga kepada kita tokoh Thomas atau Didymus, yang menurut kata aslinya berarti "orang kembar". Dalam diri Thomas itu kita bisa menemukan gambaran diri kita sendiri, sebagai orang yang resminya mengakui diri sebagai "orang beriman", namun dalam kehidupan kita masih mengalami banyak keragu-raguan atau ketidakpastian. Pada hari ini marilah kita dalam suasana Paskah mengarahkan perhatian kita kepada "kerahiman ilahi", yang sesuai dengan tema persiapan Prapaskah di KAJ ini: "Mari bekerjasama melawan kemiskinan". Kemiskinan dalam segala bentuknya merupakan sasaran gerak kerahiman Allah! 

Minggu ini adalah Hari Oktaf Paskah, yang merayakan belaskasihan Allah, yang menyinari dan menjiwai intisari atau misteri Paskah yang begitu mendalam! Dalam Misa kanonisasi St. Faustina Paus Yohanes Paulus II dalam homilinya berkata: "Yesus menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada murid-murid-Nya. Ia menerangkan bahwa luka-luka yang diderita-Nya, khususnya luka pada hati/jantung-Nya, adalah sumber belaskasihan-Nya yang mengalir kepada segenap umat manusia". 

Patut diperhatikan, bahwa bukan St. Faustinalah yang dikhususkan! Apa yang ingin dihidupkan kembali oleh Paus Yohanes Paulus dalam Minggu Paskah II ialah ajaran St. Agustinus tentang makna oktaf Paskah, yang disebutnya sebagai "hari-hari belaskasihan dan pengam-punan". Sedangkan Minggu Oktaf Paskah itu disebut sebagai " rangkuman hari-hari penuh belaskasihan" .
Apakah yang dapat kita terima dari Injil Yohanes hari ini? 

Ketika bertemu dengan Thomas, Yesus berkata kepada Thomas yang belum percaya, bahwa Ia telah bangkit: "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku..." . Yohanes tidak menceriterakan, bahwa Thomas melakukan apa yang dikatakan Yesus. Thomas itu segera berkata " Ya,Tuhanku dan Allahku!". Ternyata lambung Yesus yang tertikam , sebagai sumber belaskasihan Allah, - itulah akhirnya yang meyakinkan Thomas, bahwa Yesus Kristus adalah sungguh Tuhan dan Allah, yang diimaninya. 

Kita sebagai umat beriman pada dasarnya memang resmi percaya kepada Yesus yang telah bangkit. Kita percaya bahwa Yesus telah mendirikan Gereja-Nya, termasuk kita semua. Sudah duapuluh abad lamanya Yesus yang bangkit selalu menyertai Gereja-Nya. Tetapi masih berapa milyar penduduk dunia kita ini yang belum mengenal "Dia Yang Bangkit". Seperti Thomas bagaimana mereka dapat melihat dan percaya akan kehadiran Pribadi Kristus sekarang ini juga? - Gereja , yakni segenap umat kristiani yang sungguh percaya kepada Kristus, dapat memperkenalkan Dia juga dengan menunjukkan belaskasihan-Nya kepada se-mua orang

Belaskasihan Ilahi adalah cuma-cuma, tanpa perhitungan, bagaikan lambung yang ditikam dan mengalirkan darah belaskasih tanpa batas! Belaskasihan Ilahi inilah yang harus menjadi kesaksian kesungguhan kehadiran dan perutusan Gereja sejati. Belaskasihan kepada sesama tanpa perhitungan, - itulah bukti dan kesaksian iman kepercayaan otentik kita!


Mgr F.X Hadisumarta O.Carm 
Jakarta, 10 April 2010

Hari Raya Paskah C/2010

Hari Raya Paskah C/2010
Kis 10:34a. 37-43 Kol 3:1-4 Yoh 20:1-9


PENGANTAR
Berita tentang kebangkitan Kristus didalam Injil karangan Markus, Matius, Lukas dan Yohanes cukup bervariasi. Tetapi pada dasarnya keempat Injil itu mewartakan inti kabar gembira yang sama, yaitu bahwa Yesus dari Nasaret, seperti ditegaskan oleh Petrus dalam Kisah Rasul, "telah dibunuh dan digantung di kayu salib" telah bangkit kembali. Dalam Injil Yohanes hari ini akan tampak, bahwa hanya orang yang memiliki mata kasih dapat memahami kematian dan kebangkitan Yesus sebagai ungkapan kasih yang tiada batasnya.

HOMILI
Dalam ceritera tentang kebangkitan Kristus itu tampaklah luar biasa peranan kasih yang dimainkan dalam kisah tentang kebangkitan ini. Maria Magdalena yang telah dibebaskan Yesus dari 7 setan, begitu mengasihi Yesus, datang sebagai yang pertama ke makam Yesus. Tetapi ia melihat makam itu kosong! Memang kasih selalu mencari orang yang dikasihinya. Kasih selalu pertama-tama memperhatikan orang yang dikasihinya. Dalam Injil hari ini diceriterakan, bahwa kedua murid Yesus, yaitu Petrus dan Yohanes juga datang ke makam Yesus. Petrus yang masuk lebih dulu, sebab ia adalah pemimpin para murid yang harus menjadi saksi utama tentang segala sesuatu yang telah terjadi. Tetapi Yohanes, yang disebut "yang dicintai Yesus" adalah yang pertama percaya bahwa Yesus telah bangkit, kasih selalu lebih peka dan lebih cepat melihat dan menafsirkan setiap tanda yang menyangkut keadaan orang yang dikasihinya. Karena itu tidaklah mengherankan, bahwa kasih memainkan peranan begitu sentral dalam peristiwa Paskah, yaitu ketika murid-murid Yesus menemukan kebangkitan Yesus! Seluruh peristiwa Paskah, yaitu wafat dan kebangkitan Yesus merupakan suatu pernyataan kasih kepada manusia. Dalam kebangkitan Yesus tampaklah besarnya kasih Allah bagi setiap orang yang mempunyai mata dan bisa melihat! Memang, orang yang bisa atau mampu melihat, hanyalah orang yang memiliki mata kasih . Kasih Allah hanya dapat dilihat dan dipahami secara benar oleh orang yang mencintai Yesus secara benar pula! Sebaliknya orang-orang yang membenci Yesus, yang mengikuti dan menyetujui keputusan mahkamah agung agama Yahudi, dan yang menyerahkan Yesus kepada Pilatus untuk membinasakan Dia, - mereka ini ketika mendengar bahwa makam Yesus kosong, merasa cemas dan khawatir, bahwa seluruh usaha mereka menyingirkan Yesus gagal total. Mereka mencari fitnah, dan mengabarkan, bahwa murid-murid Yesus mencuri jenazah-Nya, untuk mematikan kembali Yesus dan perutusan-Nya. 

Hanya kasihlah yang dapat memahami makna kebenaran Paskah. Artinya, agar kita dapat memahami kematian dan kebangkitan Yesus sebagai ungkapan dan pernyataan kasih ilahi kepada kita manusia, dan bukan sebagai batu sandungan atau kebodohan, maka Roh kasih Allah harus membuka dahulu mata kasih kita di dalam hati kita! 

Maka marilah kita bergembira, bahwa kita memiliki iman, dan kita patut bersyukur kepada Tuhan, karena Ia telah membuka mata kasih kita. Dengan mata kasih itu, sebagai dimiliki oleh Yohanes, murid Yesus, kita dapat menerima, mengalami dan melihat kasih Allah yang luarbiasa kepada kita lewat Yesus Kristus Putera-Nya.. 

Janganlah kita lupa pula berdoa bagi semua orang, agar mereka pun sanggup melihat dan menerima kebenaran kasih Allah dalam diri Yesus Kristus. Semoga mereka semua akhirnya juga percaya dan ikut mengalami kegembiraan Paskah seperti kita sendiri. Iman yang teguh akan kasih Allah kepada semua orang, yang juga berbagi kasih dalam diri Yesus Kristus kepada segenap sesama kita. Itulah intisari makna kebangkitan Yesus Kristus, yang kita rayakan. Amin.


Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
Jakarta , 4 April 2010.

Malam Paskah C/2010

Malam Paskah C/2010
Rm 6:3-11 Luk 24:1-12


PENGANTAR
Lukas dalam Injil karangannya menceriterakan " Kebangkitan Kristus " dalam tiga tahap: 1. Tentang makam yang kosong (ay. 1-12). 2. Ten-tang pengalaman dan percakapan dua murid Yesus dengan Kristus yang su-dah bangkit (ay.13-35). 3. Tentang kehadiran Yesus Kristus yang bangkit di tengah murid-murid-Nya. Dan sekarang pun Kristus yang satu dan sama, yang telah bangkit itu, hadir juga di tengah-tengah kita yang merayakan-Nya
 
HOMILI
Orang-orang perempuan: Maria Magdalena, Yohana, Maria ibu Ya-kobus, dan beberapa lainnya, melihat makam Yesus kosong. Mereka itu di-sapa dua orang yang berkata: "Mengapa kamu mencari Dia, yang hidup di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit" . Sapaan dan penegasan kedua orang kepada perempuan-perempuan itu juga ditujukan kepada kita. Ternyata peristiwa dramatis dan tragis yang terjadi dalam Jumat Suci tidak berakhir dengan kematian Yesus! Ternyata sejarah penyelamatan umat manusia, yang ditulis Tuhan belum selesai. Masih ada hari esok, bukan hanya hari kemarin. Makam orang mati bukanlah tempat terakhir bagi manusia! Sapaan dan penegasan kedua orang di makam Yesus kepada perempuan-perempuan itu mengubah kesedihan mereka menjadi kegembiraan. Kegembiraan mereka itu harus diteruskan dan bergema di da-lam hati kita sekarang ini juga! 

Malam Paskah ini bagi kita harus menjadi peringatan, undangan dan ajakan untuk menyakinkan dan menyadari, bahwa apa yang terjadi 20 abad lalu, yaitu kebangkitan Kristus, sekarang pun terjadi. Kita ini ibaratnya adalah perempuan-perempuan yang juga mendengar: "Ia, Yesus, sudah bang-kit!" Sangat mengherankan, bahwa saksi-saksi pertama tentang Yesus yang telah bangkit bukanlah murid-murid yang kemudian menjadi Rasul-Rasul-Nya. Bahkan tertulis: "Bagi mereka (murid-murid Yesus) perkataan-perkataan itu seakan-akan omong kosong dan mereka tidak percaya kepada perempuan-perempuan itu". Di sini terbuktilah, bahwa makna keselamatan manusia lewat penderitaan, kematian dan kebangkitan Yesus bukan tergantung pada kemampuan budi, otak, kepandaian, kedudukan atau jabatan, melainkan pada iman/kepercayaan! 

Seperti dalam tulisan "Renungan Paskah", Mgr. I. Suharyo, Uskup Koajutor KAJ, dalam harian KOMPAS, Sabtu, 3 April 2010, ini mengajak kita untuk "mengaktualkan 'Ingatan Bersama' " akan apa yang sudah per-nah kita yakini dalam iman kita. Demikianlah yang dialami pengikut-pengikut Yesus ketika menghadapi kebangkitan-Nya. Yesus sudah menegas-kan, bahwa Ia harus menderita dan mati, namun akan bangkit kembali. Ternyata perempuan-perempuan seperti Maria Magdalena dan beberapa lainnyalah yang ingat akan kata-kata Yesus, sedangkan calon-calon rasul-Nya justru tidak! Memang, kebangkitkan hanya mungkin bagi orang yang percaya, bukan tergantung dari kemampuan, bakat dan kedudukan apapun juga. 

Bukankah kebangkitan Yesus begitu berarti bagi hidup kita, baik bagi kita pribadi/perorangan maupun dalam hidup dan karya kita bersama? Berkali-kali kita menghadapi batu penutup makam kesulitan hidup kita. Kerapkali tiada orang dapat menolong menggulingkannya, dan kita kehilangan harapan. Mengapa? Karena harapan kita tidak berlandasan pada iman sejati/otentik. Iman kita hanya percaya kepada hal-hal yang besar, hebat, mukjizat . Padahal iman sejati menuntut kepercayaan, penyerahan diri dan keataatan, bukan perhitungan

Di tengah Gereja Makam Suci di Yerusalem terletaklah makam Yesus dan sekaligus tempat kebangkitan Kristus. Tetapi Kristus tidak ada di sana. Ia ada di tengah-tengah kita! Di sekitar dan di sekeliling Makam Suci di Yerusalem masih tersimpan dan sampai sekarang masih ada dan terjadi sisa-sisa pertentangan, pertengkaran, permusuhan, hari demi hari. Tetapi malam hari ini, pada saat Kristus menghancurkan genggaman maut, kita dalam hati yang percaya dan yakin, bahwa Allah akhirnya adalah pemenang atas segalanya! Kita diajak meyakinkan diri, dan percaya dengan segenap hati, bahwa bagaimana pun juga di sekeliling Makam Suci Yesus di Yerusalem di seluruh dunia masih ada makam-makam yang kosong. Di mana-mana kebangkitan Yesus membuka dan menggulingkan batu-batu penutup makam kita semua untuk ikut bangkit bersama Dia. 

Apa pesan Paskah kepada kita sekarang ini? Bagi kita di Paroki MBK, di KAJ, " marilah kita bangkit bersama untuk bekerja sama melawan kemiskinan!". Mari kita menggulingkan batu-batu penutup makam kita, agar dapat bangkit menjadi pengikut Yesus Kristus sejati. Amin.

 
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
Jakarta, 3 April 2010

KAMIS PUTIH C/2010

H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm

KAMIS PUTIH C/2010
          Kel 12:1-8. 11-14   1 Kor 11:23-26   Yoh 13:1-15

PENGANTAR

          Menurut Kitab Suci dan Tradisi Yahudi serta Kristiani, makan bersama atau perjamuan makan bukanlah sekadar memenuhi kebutuhan kesehatan tubuh, atau untuk menikmati makan lezat, maupun untuk merayakan hari-hari peringatan khusus, melainkan sebagai suatu pertemuan atau perjumpamaan penting bukan hanya di antara sesama manusia, tetapi sekaligus di antar manusia dalam hubungannya dengan Allah! Suatu pertemuan di antara apa yang manusiawi dan yang ilahi! Dan dalam Perjanjian Baru (PB) ada begitu banyak yang dilakukan Yesus, seperti pewartaan, pelayanan dan perbuatan-Nya yang lain, teruitama pada kesempatan perjamuan makan! Dalam PB diceriterakan tentang Yesus dalam perjalanan-Nya dan bertemu dengan banyak orang: kaum Lewi, orang-orang dagang, Simon orang Farisi, Lasarus dan saudari-saudarinya di Betania, Zakheus, orang-orang masyarakat yang tersingkir, perwira Romawi dan murid-murid-Nya. 

          Tetapi pada akhirnya dalam Perjamuan Terakhir, Yesus berpamin-tan dari murid-murid-Nya dan dari kita dengan memberikan anugerah-Nya yang paling berharga: Ekaristi. Hari ini secara khusus kita meraya-kan Pesta Kamis Putih, memperingati Yesus mengadakan Sakramen Pemberian Diri, Sakramen bagi diri kepada segenap murid-Nya.

HOMILI
          Ekaristi berlatar belakang perayaan Paskah Yahudi, untuk meraya-kan pembebasaan dari perbudakannhya di Mesir. Perayaan inilah yang dipakai Yesus untuk pembebasan Israel Baru, yaitu kita semua. Makna baru perjamuan Paskah ini diteruskan oleh Paulus dalam suratnya, yang telah kita dengarkan (Bac.1: 1 Kor 11:23-26). Dalam Injil Mat. Mrk dan Luk diceriterakan bagaimana Yesus mengadakan perjamuan malam terakhir (institusi Ekaristi). Sedangkan Yohanes dalam Injilnya dalam Misa kudus ini ingin lebih menampilkan tokoh Yesus sebagai Guru, yang berlutut di hadapan murid-murid-Nya, untuk membasuh kaki mereka. Sebagai Guru, sebagai Bapak yang melayani murid-murid dan anak-anaknya dengan sikap dan gaya pelayanan serta kerendahan hati!

          Dengan perbuatan-Nya itu Yesus mau mendidik murid-murid-Nya, bahwa pembebasan dan hidup merdeka baru, yang diberikan-Nya kepada kita, bukan dilakukan-Nya hanya dengan memerintah saja. Bukan dengan memerintah dari takhta kekuasaan, maupun dengan memberikan dana-dana resmi, yang diumumkan dan dipopulerkan, agar diketahui sebanyak mungkin orang. Tetapi dilakukan-Nya dengan berlutut membasuh kaki murid-murid-Nya. Artinya, Yesus juga membasuh kaki-kaki kita sekarang ini selama perjalanan hidup kita di dunia ini!

          Demikianlah pada malam suci ini Yesus mengadakan Ekaristi, yakni dengan memberikan darah-Nya sendiri, tetapi didahului dengan berlutut membasuh dahulu kaki murid-murid-Nya. Dengan berbuat demi-kian Yesus menciptakan suatu perjanjian atau ikatan yang baru, yang kuat dan dinamis dengan murid-murid-Nya, jadi juga dengan kita: yaitu perjanjian kesetiaan kasih ! Dengan memberikan daging dan darah-Nya sendiri Yesus bersabda kepada kita juga: “Seperti apa yang Kulakukan ini, harus kamu lakukan juga!”.

Dengan demikian menjadi jelas bagi kita, bahwa pembasuhan kaki tidak terpisahkan dari perayaan Ekaristi!Yang dilakukan Yesus pada malam suci pada waktu itu, yaitu pembasuhan kaki dan perjamuan malam, seperti disampaikan oleh para penulis Injil, merupakan pesan suci kepada kita sekarang ini juga! Kita sungguh dipanggil Yesus untuk mengasihi, melayani sampai dengan memberikan diri kepada sesama manusia! Berbuat seperti dilakukan Yesus sendiri.

          Dalam Perjamuan Terakhir Yesus mengajarkan kepada kita, bahwa otoritas dan kewibawaan dalam Gereja Kristus harus tampil sebagai pelayanan. Kesejatian (otentisitas) Gereja harus tampak dalam kesediaan mengorbankan hidup bagi sesama kita! Hidup Yesus adalah pesta bagi kaum miskin dan kaum berdosa! Hidup kita sebagai Kristus harus dihayati dengan menerima tubuh dan darah Kristus. Tetapi menerima Ekaristi juga berarti menjadi apa yang kita terima dalam Ekaristi. Dengan kata lain: menerima Ekaristi berarti menjadi Ekaristi bagi sesama! 

          Dengan demikian tampaklah, bahwa menghadiri Misa Kudus atau merayakan Ekaristi bukanlah sekadar suatu perbuataan, untuk memenuhi ibadat ritual resmi menurut peraturan Gereja. Menerima Ekaristi berarti sungguh mau mengambil bagian dalam karya penyelamatan Kristus. Menerima Ekaristi akan sungguh berarti, apabila kita merasa terdorong untuk hidup bersama dengan baik dan penuh kasih dengan sesama. Menerima Ekaristi berarti menyediakan kerelaan dan keinginan untuk menciptakan hidup komuniter, komunitarian, sebagai komunitas, di mana anggota-anggotanya sungguh saling memperhatikan dan menolong. Amin.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...