Tahun Kerahiman

Tahun Kerahiman

Dasar Teologis, Liturgis, dan Pastoral Mengenai Perayaan Sakramentali Upacara Pemberkatan Rumah

I. PENGANTAR
Upacara atau ritus merupakan ungkapan iman Gereja (baca: umat beriman). Dibalik ungkapan iman itu terkandung suatu makna yang amat mendalam tentang iman itu sendiri. Kandungan makna iman itulah yang menjadi dasar dan kekuatan dari ritus yang dirayakan tersebut. Oleh karena itu, melalui bagian pendahuluan ini (sebelum susunan Tata Upacara Pemberkatan Rumah) kami ingin menggali makna teologis, liturgis dan pastoral dari perayaan sakramentali yang kita akan rayakan, khususnya upacara pemberkatan rumah.

II. DASAR TEOLOGIS
Bidang liturgi Gereja tidak terbatas pada sakramen dan Ibadat Harian saja. Selain itu Bunda Gereja telah mengadakan sakramentali yakni tanda-tanda suci yang memiliki kemiripan dengan sakramen-sakramen. Sakramentali juga menandakan karunia-karunia, khususnya yang bersifat rohani, yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja (SC 60). Perbedaan mendasar antara sakramen dan sakramentali adalah bahwa sakramen menyangkut Gereja seluruhnya dan merupakan pelaksanaan diri Gereja dalam bidang perayaan. Sedangkan sakramentali selalu bersifat khusus, merupakan perwujudan doa Gereja bagi orang tertentu, entah pribadi maupun secara kelompok. Karena itu sakramentali bukanlah perwujudan kehadiran Kristus di dalam Gereja dalam arti sesungguhnya, melainkan bentuk doa permohonan Gereja yang konkret. 

Ada banyak upacara atau simbol-simbol yang disebut sakramentali dan salah satunya adalah pemberkatan rumah. Pemberkatan rumah mempunyai arti khusus dalam hidup seseorang karena sudah menyentuh eksistensinya di dunia dan masyarakat. Singkatnya bahwa untuk segala situasi kehidupan yang penting dan pantas, disertai doa permohonan Gereja, kiranya ada sakramentali. Sebab bila manusia menggunakan benda-benda dengan pantas, boleh dikatakan tidak ada satu pun yang tak bermanfaat untuk menguduskan manusia dan memuliakan Allah (SC 61). Sedangkan secara yuridis tentang sakramentali dapat dilihat dalam KHK kan. 1166-1172.

Sakramentali adalah doa permohonan Gereja, agar Allah memberkati dan menguduskan orang/benda. Maka daya-guna sakramentali terjadi menurut ex opere operantis (berkat tindakan/karya Gereja yaitu Gereja yang memohon). Oleh karena itu sakramentali perlu dipahami dalam kerangka hidup liturgi Gereja, bukan sebagai tindakan lepas, yang mempunyai arti dalam dirinya sendiri. Sakramentali ada yang dengan jelas masuk dalam bidang liturgis karena kaitannya dengan sakramen atau dengan perayaan gerejawi, seperti pemberkatan air baptis, pemberian lilin baptis dan kain putih, pengurapan sesudah permandian, doa atas cincin dan pemberkatan kedua mempelai dalam sakramen perkawinan. Namun segala macam sakramentali dalam lingkungan keluarga juga harus dihubungkan dengan doa Gereja. Sakramentali tidak mempunyai daya ilahi dari dirinya sendiri tetapi hanya sejauh merupakan perwujudan sikap doa Gereja. 

Sejak awal penciptaan dunia, Allah berkehendak baik yakni menyelamatkan manusia. Karya keselamatan Allah ini terjadi dalam sejarah hidup manusia itu sendiri. Dalam LG 2 ditandaskan bahwa karya keselamatan Allah tidak berhenti pada saat manusia jatuh dalam dosa, tetapi membantu manusia supaya selamat, demi Kristus Penebus, citra Allah yang tak kelihatan, yang Sulung dari segala makhluk (Kol 1 : 15). Karya keselamatan itu terpenuhi dalam diri Yesus Kristus Putera-Nya yang tunggal untuk menarik semua orang kepada-Nya ketika Ia ditinggikan dari bumi ini (bdk. Yoh 12:23). Kematian Yesus di salib merupakan bukti penyelamatan manusia dari segala dosanya agar manusia itu selamat dan menjadi bukti pemenuhan janji Allah menyelamatkan manusia (bdk. LG 3). Ketika kebangkitan Kristus, Ia harus pergi kepada Bapa untuk menyiapkan tempat bagi manusia dan karya keselamatan Allah yang melalui Kristus itu dilanjutkan oleh Roh Kudus (bdk. LG 4).

Karya keselamatan Allah yang dibawa Yesus dan dilanjutkan oleh Roh Kudus hendak diwujudkan secara konkret dalam pemberkatan rumah. Rumah sebagai tempat berkumpulnya para anggota dari sebuah keluarga, sekaligus menjadi ajang perjumpaan yang khas. Perjumpaan itu tidak hanya terbatas pada pertemuan antar-kepala atau anggota badan setiap pribadi, melainkan lebih dari itu, yakni perjumpaan antara hati setiap pribadi sebagai tempat Allah bersemayam. Karena itu pemberkatan rumah pertama-tama bukanlah pemberkatan gedungnya sebagai hal yang paling esensial, melainkan pemberkatan orangnya, penghuninya, para anggota keluarganya yang mendiami rumah itu. Pemberkatan orangnya ini dimaksudkan untuk menepis kesan bahwa pemberkatan rumah adalah sebuah ritus pengusiran setan tetapi mau menekankan bahwa pribadi orang-orang yang mendiami rumah itu telah dirasuki oleh kuasa Roh Kristus. Agar seluruh hidup anggota keluarga tersebut senantiasa dijiwai oleh kekuatan Kristus yang telah mengalahkan maut dan bangkit dengan jaya. Maka anggota keluarga itu juga diutus untuk beriman pada Kristus yang menjiwai hidupnya dan mampu mengalahkan segala kekuatan jahat yang merongrong kehidupan keluarganya.

Dalam pemerkatan rumah, ditegaskan pertama-tama adalah pemberkatan orangnya/keluarga. Sebab sejak zaman Gereja purba, keluarga merupakan sebuah Gereja mini atau semacam Gereja rumah atau lazim disebut seminari mini. Gereja kecil ini adalah suatu tempat yang sangat penting untuk pertemuan pribadi dengan Tuhan dan juga sebagai tempat latihan untuk mempraktekkan iman. Keluarga adalah sel dalam organismus kehidupan Gereja. 

Pemberkatan sebuah rumah yang baru merupakan suatu kebiasaan Kristiani dari dulu kala. Pemberkatan rumah ini pada umumnya dipimpin oleh imam. Kepada para murid-Nya Yesus berpesan supaya mereka mengucapkan salam damai kepada penghuni sebuah rumah di mana mereka masuk (bdk. Luk 10 : 5). Pada pemberkatan rumah ini, para anggota dan kenalan yang hadir bersama-sama memohon berkat Tuhan. Sebuah rumah kediaman manusia merupakan juga sebuah lambang kediaman surgawi. Karena itu pemberkatan rumah hendaknya menjadi suatu acara pesta keluarga dan digabungkan dalam perayaan Ekaristi. Sebab sama seperti hati manusia adalah tempat Allah bersemayam, maka rumah juga hendaknya difungsikan sebagai sebuah tempat Allah bersemayam.

III. DASAR LITURGIS
Secara umum dapat dikatakan bahwa istilah sakramentali muncul pada abad XII (pada tulisan Petrus Lombardus) bersamaan dengan pembakuan istilah bagi ketujuh ritus Gereja yang sekarang dikenal dengan nama tujuh sakramen. Sedangkan dalam KV II, istilah sakramentali dirumuskan sebagai tanda-tanda suci yang memiliki kemiripan dengan sakramen-sakramen, menandakan kurnia-kurnia, terutama yang bersifat rohani dan diperoleh berkat doa permohonan Gereja (SC 60).

Struktur liturgi perayaan syukur pemberkatan rumah sesuai dengan rubrik baru tahun 2005 :
  1. Ritus Pembuka
  2. Liturgi Sabda
  3. Mohon Berkat
  4. Liturgi Ekaristi
  5. Ritus Penutup Ritus Pembuka
Istilah yang digunakan oleh rubrik baru tahun 2005 adalah ritus pembuka. Ritus ini meliputi bagian-bagian yang mendahului Liturgi Sabda, yaitu perarakan masuk, salam, kata pengantar, pernyataan tobat, Tuhan Kasihanilah kami, dan doa pembuka. Semua bagian ini memiliki ciri khas sebagai pembuka, pengantar dan persiapan. Tujuan dari semua bagian ini adalah mempersatukam umat untuk berhimpun dan mempersiapkan mereka, supaya dapat mendengarkan sabda Allah dengan penuh perhatian dan merayakan Ekaristi dengan baik. Seturut kaidah buku-buku liturgis, ritus pembuka dihilangkan atau dilaksanakan secara khusus, kalau Misa didahului perayaan lain (no. 46). Dalam upacara pemberkatan rumah, sambutan dan salam dari ketua lingkungan dilakukan pada awal perayaan, sebelum perarakan masuk. Hal ini lebih sebagai ucapan salam dari keluarga atau yang mewakili bagi seluruh umat yang hadir dan imam yang telah menyediakan waktunya untuk perayaan tersebut.

b. Liturgi Sabda
Liturgi sabda meliputi bacaan pertama, bacaan Injil dan homili. Fungsi dari liturgi ini adalah mewartakan Sabda Tuhan untuk meneguhkan iman anggota keluarga dan iman umat yang hadir dalam upacara tersebut. Karena itu Liturgi Sabda adalah kesempatan untuk membacakan kutipan Kitab Suci. Bacaan-bacaan dari Alkitab dan nyanyian-nyanyian tanggapannya merupakan bagian pokok dari Liturgi Sabda. Sedangkan homili, syahadat, dan doa umat dimaksudkan untuk memperdalam Liturgi Sabda dan menutupnya. Sebab dalam bacaan, yang diuraikan dalam homili, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya. Di sana Allah menyingkapkan misteri penebusan dan keselamatan serta memberikan makanan rohani. Lewat sabda-Nya, Kristus sendiri hadir di tengah-tengah umat beriman (SC 7). Sabda Allah itu diresapkan oleh umat dalam keheningan dan nyanyian, dan diimani dalam syahadat. Setelah dikuatkan dengan sabda, umat memanjatkan permohonan-permohonan dalam doa umat untuk keperluan seluruh Gereja dan keselamatan seluruh dunia (no. 55). 

Pembacaan Sabda Allah khususnya bacaan pertama, haruslah dibawakan oleh salah satu anggota keluarga. Hal ini mempunyai maksud khusus yakni tanggung jawab sebagai sebagai anggota keluarga dalam mewartakan kasih Allah pertama-tama kepada anggota keluarga dan jemaat sekitar. Kecuali itu secara pastoral agar anggota keluarga tersebut merasa upacara pembekatan rumahnya sebagai satu momen penting dalam kehidupan berimannya. 

c. Mohon Berkat
Setelah khotbah dilanjutkan dengan upacara pemberkatan rumah yang meliputi mohon berkat atas salib dan barang-barang suci lainnya yang diperciki dengan air suci. Selanjutnya imam atau diakon mendoakan mohon berkat atas rumah yang diperciki dengan air suci, juga pada kamar tamu, kamar tidur, kamar belajar, kamar kerja, kamar dapur, sekeliling rumah, sambil mengucapkan rumusan doanya masing-masing. Setelah itu diteruskan dengan berkat keluarga, dimana seluruh anggota keluarga berlutut di depan meja perjamuan, sambil imam memberikan berkat. 

Berkat keluarga adalah pokok dari pemberkatan sebuah rumah karena keluarga dipandang sebagai Gereja kecil dalam masyarakat. Setelah upacara pemberkatan dilanjutkan dengan doa umat yang dibawakan oleh salah seorang anggota keluarga atau kenalan atau salah seorang umat yng hadir. Selama imam memberkati ruangan dan keluarga, umat yang hadir dapat menyanyikan sebuah lagu yang cocok dengan situasi saat itu. Dua unsur pokok dalam pemberkatan rumah adalah unsur anamnese dan epiklese. 

d. Liturgi Ekaristi
Setelah upacara pemberkatan usai, dilanjutkan dengan liturgi Ekaristi seperti biasa. Liturgi ini meliputi persiapan persembahan, doa persiapan persembahan, doa syukur agung, ritus komuni, Bapa Kami, ritus damai, pemecahan roti, Anak Domba Allah, dan komuni.

Dalam perjamuan malam terakhir, ditetapkan kurban dan perjamuan Paskah oleh Kristus yang terus-menerus menghadirkan kurban salib dalam Gereja. Hal ini terjadi setiap kali imam, atas nama Kristus Tuhan, melakukan perayaan yang sama seperti dilakukan oleh Tuhan sendiri dan Dia wariskan kepada para murid-Nya sebagai kenangan akan Dia. Dalam perjamuan itu, Kristus mengambil roti dan piala berisi anggur dan mengucap syukur; Ia memecah-mecahkan roti dan diberikan roti dan anggur itu kepada para murid-Nya seraya berkata, “Terimalah ini, makanlah dan minumlah; inilah Tubuh-Ku; inilah piala Darah-Ku. Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku.” Olek karena itu Liturgi Ekaristi disusun oleh Gereja sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kata-kata dan tindakan Kristus tersebut (no. 72). 

Liturgi Ekaristi adalah sakramen puncak kebersamaan dengan Tuhan dan sesama. Alasannya adalah karena Gereja menampakkan dan menghadirkan Yesus Kristus dan karya penebusan-Nya dirayakan paling meriah dan khusus, terjadi dalam Ekaristi. Di dalamnya, seluruh misteri kehidupan bersama dengan Allah dan manusia yang mengalami kepenuhannya dalam Kristus dirayakan dan dihadirkan bagi umat beriman. Inilah sebabnya Perayaan Ekaristi dipandang sebagai sumber dan puncak seluruh kehidupan umat Kristiani (LG 11). Semua bentuk kegiatan gerejani lainnya mengalir dan terarah kepadanya. Kebersamaan dengan Allah dan sesama yang didambakan oleh setiap orang di dunia ini tampak dan terlaksana secara paling agung, meriah, dan jelas dalam perayaan Ekaristi.

d. Ritus Penutup
Ritus ini meliputi pengumuman oleh salah seorang anggota keluarga, amanat singkat oleh imam (kalau perlu), salam dan berkat imam yang pada hari-hari dan kesempatan tertentu disemarakkan dengan berkat meriah atau dengan doa untuk jemaat, pengutusan jemaat oleh imam, penghormatan altar dengan membungkuk saja dengan hikmat (no. 90). 

IV. DASAR PASTORAL
Pemberkatan rumah mau menyampaikan sebuah pesan bahwa sejak saat itu Allahlah penopang hidup anggota keluarga yang bersangkutan. Kalau Allah yang menjadi penopang hidup maka dituntut cara hidup yang sesuai dengan kehendak Allah. Kehendak Allah sendiri itu dapat ditemukan dalam Kitab Suci. Kalau Allah yang menjadi penopang hidupnya maka hendaknya Allah yang diimani itu diwartakan kepada sesama dalam masyarakat lewat cara hidup yang penuh Kristiani. Sehingga Allah yang diimani itu tidak sekadar diimani, tetapi diwujudnyatakan dalam hidup menggereja dan bermasyarakat. Maka aspek pertama dari segi pastoral perayaan syukur pemberkatan rumah adalah anggota keluarga menjadi saksi akan kehadiran Allah di tengah umat pada umumnya dan di tengah keluarga pada khususnya.

Aspek kedua yang mau ditonjolkan dari perayaan pemberkatan rumah ini adalah segi perwujudan kesatuan jemaat setempat. Dengan pemberkatan rumah, anggota keluarga tersebut bukannya merasa asing di tempatnya sendiri tetapi kehadirannya menjadi penyatu bagi seluruh jemaat di tempatnya. Dengan demikian, gambaran umum tentang rumah sebagai motel, tempat persinggahan sejenak, menjadi kabur demi terwujudnya sebuah masyarakat yang satu. Selain dari itu, kiranya dengan pemberkatan rumah, anggota keluarga diterima sebagai anggota baru dalam sebuah komunitas. Upacara pemberkatan rumah hendaknya menjadi kesempatan emas untuk bersyukur atas karunia Tuhan yang telah diberikan-Nya kepada keluarga tersebut. Dengan demikian di dalam rumah tersebut kasih dan perlindungan Allah sungguh bisa dialamai secara nyata dan konkret.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...